PSIKOLINGUISTIK SEBAGAI ILMU BAHASA

PSIKOLINGUISTIK SEBAGAI ILMU BAHASA
A. Pendahuluan
Bahasa merupakan objek linguistik, yang terdiri atas tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Pada keempat tataran berbahasa itu, kita seringkali mengalami kesalahan ucap atau salah dengar. Kesalahan itu terkadang berasal dari kesalahan yang tidak kita sadari, yaitu diperoleh dari bahasa pertama. Ada juga kesalahan yang kita pelajari dari pemerolehan bahasa kedua, yaitu ketika terjadi proses pembelajaran, termasuk dalam berbahasa Indonesia.
Proses pemerolehan bahasa merupakan bagian yang penting dalam perkembangan kemampuan bahasa setiap individu. Pemerolehan bahasa atau akuisisi adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Proses pemerolehan bahasa inilah yang menentukan kemampuan setiap individu dalam menguasai bahasa pertamanya.

B. Teori pemelajaran bahasa dalam psikologi.
Menurut Chomsky , pemerolehan bahasa pertama seorang anak  terdiri dari tiga buah pemerolehan bahasa, yakni pemerolehan fonologi, pemerolehan sintaksis, dan pemerolehan semantik.
Pemerolehan fonologi didukung oleh beberapa teori seperti Teori Struktural Universal, Teori Generatif Universal, Teori Proses Fonologi Ilmiah, Teori Prosodi-Akustik, serta Teori Kontras dan Proses. 
1. Pengkajian Teori Prosodi-Akustik terhadap bahasa
Teori Prosodi-Akustik berpandangan hidup dan budaya suatu masyarakat ditentukan dari analisis artikulasi saja.
a. FONOLOGI
Teori prosodi akustik ini diperkenalkan oleh Waterson (1976) sesudah dia merasa tidak puas dengan pendekatan fonemik segmental yang dikatakannya tidak memberikan gambaran yang sebenarnya mengenai pemerolehan fonologi.
Pendekatan fonemik segmental menganggap bahwa kanak-kanak memperoleh fonologi berdasarkan fonem, sehingga banyak bahan fonetik yang berkaitan telah dikesampingkan. Karena kelemahan tersebut, maka Waterson (1971) menggunakan pendekatan nonsegmental, yaitu pendekatan prosodi, yang dianggapnya lebih berhasil. Pendekatan ini diperkuat dengan analisis akustik sebab analisis prosodi hanya melihat dari analisis artikulasi saja.
Waterson (1971) juga menemukan adanya hubungan akustik antara bentuk-bentuk ucapan kanak-kanak dengan fitur-fitur bentuk ucapan orang dewasa. 
Teori Prosodi-Akustik diperkenalkan oleh Waterson. Berdasarkan teori ini, pemerolehan bahasa adalah satu proses sosial sehingga kajiannya lebih tepat dilakukan di rumah dalam konteks sosial yang sebenarnya daripada pengkajian data-data eksperimen, lebih-lebih untuk mengetahui pemerolehan fonologi. 
Berdasarkan teori ini, anak memeroleh sistem fonologi orang dewasa dengan cara menciptakan strukturnya sendiri dan kemudian mengubah struktur tersebut jika pengetahuan mengenai sistem orang dewasa semakin baik.
Contoh kasus :
Kanak-kanak hanya mengucapkan kembali bagian ucapan yang makan waktu lebih kurang 0,2 detik, dan bagian yang diucapkan kembali adalah elemen vocal dan konsonan yang mencapai artikulasi kuat.

b. MORFOLOGI
Waterson menyimpulkan bahwa prinsip-prinsip dasar pemerolehan morfologi anak-anak adalah sama, meskipun menggunakan strategi yang berlainan. Jika anak-anak mencoba mengucapkan dua suku kata, maka yang diucapkan adalah pengulangan daripada suku kata tunggal itu.
          Weterson (1971), menggunakan pendekatan non segmental, yaitu pendekatan prosodi yang dianggapnya lebih berasi. Pendekatan ini diperkuat dengan analisis akustik, sebab analisis prosodi hanya hanya melihat dari analisis artikulasi saja.
c. SINTAKSIS
         Weterson (1970), berpendapat bahwa pemerolehan bahasa adalah satu proses sosial sehingga kejadiannya lebih tepat dilakukan di rumah dengan konteks sosial yang sebenarnya, daripada pengkajian data-data desperimen lebih-lebih untuk pemerolehan fonologi, menurutnya pemerolehan bahasa oleh kanak-kanakdimulai dari pemerolehan semantik dan fonologi kemudian baru ada pemerolehan sintaksis.

2. Pengkajian Teori Prosodi-Akustik terhadap berbahasa

3. Pengkajian Teori Prosodi-Akustik terhadap berpikir

4. Pengkajian Teori Prosodi-Akustik terhadap berbudaya
Teori Prosodi-Akustik diperkenalkan oleh Waterson. Berdasarkan teori ini, pemerolehan bahasa adalah satu proses sosial sehingga kajiannya lebih tepat dilakukan di rumah dalam konteks sosial yang sebenarnya daripada pengkajian data-data eksperimen, lebih-lebih untuk mengetahui pemerolehan fonologi. 






C. Aspek Perkembangan Pemerolehan Bahasa
            Semua anak menangis ketika lahir kecuali anak yang bisu sejak lahir. Tangisan anak dianggap sebagai bagian awal perkembangan bahasa karena tangisan memiliki makna, merupakan komunikasi yang bersifat instingtif yang berfungsi sebagai panggilan atau pemberitahuan.
            Tahap kedua dari perkembangan adalah mendengkur. Muncul rata-rata pada usia 6 minggu.diduga kegiatan ini melatih piranti alat ucap bayi.
            Pada akhir bulan kedua, bayi mulai tertawa dan membuat bunyi lembut berupa tanggapan (o..o..). Tanggapan ini merupakan permulaan dari pola giliran berbicara.
            Pada usia 5-6 bulan bayi mulai memasuki tahapan ketiga yaitu meraban. Fase yang disebut babbling atau ngoceh ini dimulai dengan pelafalan bunyi vokoid, lalu vokoid dan kontoid secara serentak. Ditemukan juga fase glottal pada awal fase ini. Meraban berwujud pengulangan-pengulangan. Meraban belum dapat dimaknai seperti kata orang dewasa. Meraban adalah fase latihan organ bicara. Meraban bagi anak dapat dipahami sebagai eksperimen dengan menggunakan mulut dan lidah.
            Pada usia 9-12 bulan mengalami peningkatan. Kegiatan ini menurun setelah bayi menghasilkan kata pertama pada usia sekitar 1 tahun setelah bayi menghasilkan kata-kata pertamanya. Banyak anak kecil yang tetap mengoceh bila berbicara dengan orang tuanya atau berbicara dengan mainan lain.
            Pada usia 10 bulan, bayi secara komprehensi dapat memahami perintah yang disertai intonasi yang jelas dan gesture. Misal, saat ditanya “mana giginya sayang?’ akan ditanggapi anak dengan menunjuk giginya.           Mulai tahun pertama hingga 14 bulan, anak akan menemukan bahwa kata-kata merujuk sesuatu. Kata “papa” misalnya merujuk pada laki-laki tertentu yang menjadi ayahnya.
            Mulai satu tahun anak pada umumnya telah memperoleh beberapa kata. Ada yang 25 kata sampai 40 kata. Pada usia ini anak mengujarkan benda-benda yang ada di sekelilingnya.
            Pada usia antara 1,6 hingga 2 tahun, anak telah mengakuisi sekitar 50 kata. Anak-anak pada usia itu mulai menggabungkan dua kata menjadi satu kalimat. Tuturan dua kata disinyalir merupakan bentuk singkat kalimat orang dewasa. Bentuk terdiri dari nomina +verba dan atau kata sifat. Tuturan ini disebut kalimat telegrafik, karena bentuknya mirip sebuah telegram, yang hanya terdiri dari kata penting dengan penghilangan kata depan dan kata sambung.
            Setelah usia 2 tahun, anak-anak menghasilkan kalimat dengan kata depan an kata sifat. Kata bentukan akibat proses morfologis juga mulai digunakan..
            Anak-anak penutur bahasa inggris membuat struktur –ing sebelum menyelibkannya dengan kata kerja bantu. Anak-anak akan menyusun kalimat “I going school” sebelum dapat embuat kalimat yang benar, “I am going to school”.
            Menjelang usia 3 tahun, anak mulai menciptakan kalimat yang kompleks. Menurut Mussen, pada usia ini anak sudah membentuk kalimat majemuk dengan penghubung dan dan kaliat subordinatif. Misal, dia nabrak dan sepedanya jatuh.
            Anak usia 3 tahun sudah mengunakan kata sambung, seperti karena, kemudian, lalu, terus, makanya, dan, tetap, yang, kalau, nanti.
            Pada usia 3,6 anak membentuk konstruksi gramatikal secara lebih jelas bahkan bagi orang yang abru dikenal. Konstruksi kalimat memang kurang bervariasi jika dibandingkan orang dewasa. Meskipun demikian, anak sudah mampu berbicara secara baik untuk berbagai topic.
            Pada usia 5 tahun anak sudah cukup mahir membuat kalimat kompleks. Mereka dapat embuat berbagai kalimat dengan menggunakan kata deiktik sekalipun, seperti aku-kamu, sana-sini, kanan-kiri, dan sebagainya.
            Anak mencapai perkembagan bahasa yang matang setelah mecapai usia 11 tahun. Pada usia tersebut anak mampu menghasilkan tuturan yang setara dengan tuturan orang dewasa, termasuk dalam kalimat perintah yang dianggap sopan. Misal “mari, silahkan masuk pak”
            Usia 11 tahun dianggap sebagai usia matang berbahasa. Perkembangan bahasa anak dianggap sudah lengkap. Kemampuan tata bahasanya sudah tidak banyak mengalami perkembangan. Para ahli mengatakan bahwa pada setelah usia 11 tahun, anak telah melewati periode kritis untuk memperoleh bahasa.

D. GANGGUAN BERBAHASA
     Manusia yang normal fungsi otaknya tentu dapat berbahasa dengan baik. Namun, mereka yang memiliki kelainan fungsi otak dan alat bicaranya tentu mempunyai kesulitan dalam berbahasa, baik produktif maupun reseptif. Jadi, kemampuan berbahasanya terganggu.
     Secar medis menurut sidharta (1984) gangguan berbahasa itu dapat dibedakan atas beberapa golongan diantaranya:
1.   Gangguan berbicara
Nerbicara merupakan aktivitas motorik yang  mengandung modalitas psikis. Oleh karena itu gangguan berbicara ini dapat dikelompokkan kedalam dua kategori.
a. Gangguan mekanisme berbicara
Mekanisme berbicara`adalah suatu proses produksi ucapan (perkataan) oleh kegiatan terpadu dari pita suara, lidah,otot-otot yang membentuk rongga mulut serta kerongkongan dan paru-paru.
1. Gangguan akibat factor pulmonal
Gangguan berbicara ini dialami oleh para penderita penyakit paru-paru.
2. Gangguan akibat factor laringal
Gangguan pada pita suara dapat menyebabkan suara yang dihasilakn menjadi serak atau hilang sama sekali.
3. Gangguan akibat factor lingual
Lidah yang sariawan atau terluka akan terasa pedih kalau digerakkan. Dalam keadaan seperti ini maka ucapan sejumlah fonem menjadi tidak sempurna
4. Gangguan akibat factor resonansi
Gangguan akibat resonansi ini menyebabkan suara yang dihasilkan menjadi bersengau. Pada orang sumbing misalnay, suaranya menjadi bersengau karena rongga mulut dan rongga hidung yang digunakan untu berkomunikasi melalui defek dilangit-langit keras, sehingga resonansi yang seharusnya menjadi terganggu.
b. Gangguan akibat multifaktorial
Gangguan akibat multifaktorial atau berbagai factor bisa menyebabkan terjadinya berbagai gangguan berbicara. Antar lain adalah berikut ini
1. Berbicara serempangan
Berbicara serempangan atau semberono adalh berbicara dengan cepat sekali, dengan artikulasi yang rusak, ditambah dengan menelan sejumlah suku kata, sehingga apa yang diucapkan sukar dipahami.
2. Berbicara propulsive
Berbicara propulsive biasanya terdapat pada para penderita penyakit Parkinson (kerusakan pada otak yang menyebabkan otot-otot menjadi gemetar).
3. Berbicara mutis (mutisme)
Penderita gangguan mutisme ini tidak berbicara sama sekali. Sebagian dari mereka mungkin masih dapat dianggap membisu, yakni memang sengaja tidak mau berbicara.
c. Gangguan psikogenik
Gangguan berbicara psikogenik ini sebenarnya tidak bisa disebut sebagai suatu gangguan berbicara. Gangguan berbicara psikogenik antara lain :
1. Berbicara  manja
Disebut berbicara manja karena ada kesan anak (orang) yang melakukannya meminta perhatian untuk dimanjakan.
2. Berbicara kemayu
Berbicara kemayu (istilah dari sidharta, 1989) berkaitan dengan perangai kewanitaan yang berlebihan.
3. Berbicara gagap
Gagap adalah berbicara yang kacau karena sering tersendat-sendat, mendadak berhenti, lalu mengulang-ulang suku kata pertama, kata-kata berikutnya, dan setelah berhasil mengucapkan kata-kata itu kalimat dapat diselesaikan.
4. Berbicara latah
Latah sering disamakan dengan ekolalla, yaitu perbuatan membeo, atau menirukan apa yang dikatakan orang lain; tetapi sebenarnya latah adalah sindrom yang tediri atas curah verbal repetitive yang brsufat jorok dan gangguan lokomotorik yang dapat dipancing.
2.  Gangguan Berbahasa
Berbahasa berarti berkomunikasi dengan mengguanakan suatu bahasa. Bagaima kemampuan berbahasa dikuasai manusia, berkaitan erat dan sejalan dengan perkembangan manusia yang bar lahir itu. Kanak-kanak yang lahir dengan alat artikulasi yang normal akan dapat mendengar kata-kata dengan telinganya dengan baik dan juga akan dapat menirukan kata-kata itu. Pada mulanya ucapan tiruan itu Cuma mirip, tetapi lambat lau  akan menjadi tegas dan jelas. Proses memproduksi kata itu berlangsung sejalan dengan proses pengembangan pengenalan dan pengertian.
     Manusia yang normal fungsi otaknya tentu dapat berbahasa dengan baik. Namun, mereka yang memiliki kelainan fungsi otak dan alat bicaranya tentu mempunyai kesulitan dalam berbahasa, baik produktif maupun reseptif. Jadi, kemampuan berbahasanya terganggu.
3. Gangguan berpikir
Dalam sosiolinguistik ada dikatakan bahwa setiap orang mempunyai kecendrungan untuk menggunakan perkataan-perkataa yang disukainya sehungga corak bahasanya adalah khas bagi dirinya.  Hal ini dalam sosiolinguistik disebut idiolek atau ragam bahasa perseorangan.
Dalam memilih dan menunakan unsure leksikal, sintaksis, dan semantic tertentu seseorang menyiratkan afeksi dan nilai pribadinyapada kata-kata dan kalimat-kalimat yang dibuatnya. Hal ini berarti memproyeksikan kepribadiannya terhadap gaya bahasanya. Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa ekspresi verbal yang terganggu bersumber dn disebabkan oleh pikiran yang terganggu. Gangguan ekspresi verbal sebagai akibat dari gangguan pikiran dapat berupa hal-hal berikut:
(a)    Pikun (demensia)
Penyebab pikunini antara lain karena terganggunya fungsi otak dalam jumlah besar, termasuk menurunnya jumlah zat-zat kimia dalam otak.
(b)   Sisofrenik
Sisofrenik adalah gangguan berbahasa akibat gangguan berpikir.
(c)    Depresi
Orang yang tertekan jiwanya memproyeksikan penderitaanya pada gaya bahasa dan makna curah verbalnya, itulahyang menyebabkan seseorang tertekan dan akhirnya menimbulkan depresi.
4.   Gangguan lingkungan social
Yang dimaksud dengan akibat factor lingkungan adalah seorang anak manusia, yang aspek biologis bahasanya normal dari lingkungan kehidupan manusia.
Dalam sejarah tercatat sejumlah kasus anak terasing baik yang diasuh oleh hewan (serigala) maupun yang terasingkan oleh keluarganya.
(a)    Kasus kamala
Ketika baru ditemukan kamala diperkirakan berumur 8 tahun, dan adiknya berumur 2 tahun. Kamala masih bisa hidup sampai berumur 9 tahun kemudian sedangkan adiknya tak lama setelah ditemukan meninggal. Karena hidup ditengah serigala, ia sangat mirip dengan serigala. Ia berlari cepat sekali dengan kaki dan tangan; mengaum-aum; lebih sering bergaul dengan serigala, tidak bercakap satu patah katapun; dan tidak terlihat adanya mimik wajah emosi.
(b)   Kasus genie
Ketika ditemukan tahun 1970, genie berada dalam kondisi yang sangat kurang  terlibat social, primitive, terganggu secara emosional, dan tak dapat berbicara. Dia dikirik kerumah anak-anak Los Angeles dengan diagnosis awal sebagai anak yang menderita kurang gizi yang parah.
Ketika pertama kali mendapat perawatan genie tidak mampu menggunakan bahasa. Namun, dari evaluasi perawatan bulan-bulan pertama didapat kesimpulan bahwa genie adalah anak yang terbelakang dan perilakunya tidak seperti anak-anak lemah mental. Meskipun dia mengalami gangguan secar emosional tetapi dia tidak mengalami gangguan fisik atau mental yang dapt memperkuat keterbelakangannya. Jadi, keterbelakangannya adalah karena lamanya tekanan psikososial dan fisik yang dialaminy
D.    Tiga Generasi Dalam Psikolingustik
1.    Psikolingustik Generasi Pertama
          Psikolingustik generasi pertama adalah psikolingustik dengan pera pakar yang menulis artikel dalam kumpulan karangan yang berjudul Psycholingustics. Teori-teori perilaku atau behaviorisme ini mengidentifikasikan bahasa sebagai satu sistem respons yang yang langsung dan tidak langsung terhadap stimulus erbal dan nonverbal. Orientasi stimulus-respons ini adalah orientasi psikologi.
          Mengenai teori psikolingustik generasi pertama ini, Perera (1996) mencatat adanya tiga kelemahan, yaitu sebagai berikut:
a.   Adanya sifat reaktif dari psikolingustik tentang bahasa.
b.  Psikolingustik pertama ini bersifat otomistik.
c.   Psikolingustik generasi pertama ini bersifat indiidualis.
          Adanya tiga kelemahan inimemang tidak bisa dibantah. Namun, teori-teori psikolingustik Oggood dan Sebeok dapat diterimah sebagai teori penengah antara teori perilaku (behaviorisme) dan teori kognitif.
2.    Psikolingustik Generasi Kedua
          Menurut Mahler dan Noizet, psikilingustik generasi kedua telah dapat mengatasi ciri-ciri atomistik dari psikolingustik Osgood-Sobeok. Psikolingustik generasi kedua berpendapat bahwa dalam proses berbahasa bukanlah butir-butir bahasa yang diperoleh, melainkan kaida dan sistem kaidalah yang diperoleh.
          Leontive seorang psikolinguis Rusia berpendapat ada beberapa ciri psikolingustik generasi pertama, yang seharusnya dihindari malah masih tampak dan berlanjut. Menurut Leontive sikap reaksi generasi kedua tidak tampak pada Chomky dan Miller walaupun interpretasi mereka terhadap struktur verbal lebih kompleks. Di samping itu, ciri individualisme juga masih tampak tanpa adanya kritikan. Malah ciri individualisme ini tampaknya lebih dilindungi karena peran sosial dan lingkungan sosial lebih bertambah untuk mengaktualisasikan kaidah-kaidah bahasa yang diwarisi secara universal.
3.    Psikolingustik Generasi Ketiga
          Psikolingustik generasi kedua menyatakan bahwa analisis mereka mengenai bahasa telah melampaui batas kalimat. Namun, kenyataannya analisis mereka hanya sampai pada analisis hubungan antara kalimat dan pada kalimat saja, belum sampai pada wacana.
          Ciri-ciri psikolingustik generasi ketiga ini adalah sebagai berikut:
1)   Pertama, orientasi mereka kepada psikologi, tetepi bukan psikologi perilaku
2)   Kedua, keterlepasan mereka dari karangka “psikolingustik kalimat” dan keterlibatan dalam psikolingustik yang berdasarkan situasi dan konteks
3)   Ketiga, adanya suatu pergeseran dari analisis mengenai proses ujaran yang abstrak kesatu analisis psikologis mengenai komunikasi dan perpikiran.



BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Dalam pembelajaran psikolinguistik ini kita telah membahas berbagai topik atau materi-meteri yang terdapat di dalamnya, baik itu masala sejara lahirnya psikolinguistik, masala pemerolehan bahasa, kerusakan bahasa, maupun teori-teori yang dikemukakan parah ahli yang terdapat di dalam psikolinguistik. 
            Dalam pembahasan materi ini kita dapat menyimpulkan bawah pembelajaran psikolingustik terutama membahasan tentang permasalahan bahasa, sebagaimana kita ketahui bawah bahasa adalah salah satu alat komunikasi antara indviidu yang satu dan indviidu yang lainnya, bukan hanya itu saja bahasa juga  merupakan suatu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa itu adalah milik manusia, bahasa selalu muncul dalam segala aspek dan kegiatan manusia.
            Sebahaimana kita ketahui bahwa psikolinguistik mukan hanya membahas tentang pemerolehan atau kerusakan bahasa saja, tetepi  juga merupakan ilmu yang membahas atau mengkaji sisi-sisi manusia, baik itu sifat atau perilaku manusia. Dalam hal ini kita dapat membahas teori-teori pembelajaran dalam psikologi khususnya teori pembelajaran stimulus-respons.          Dalam teori stimulus-respons membahas delapan teori yang berkaitan dengan pembelajaran psikologi bahasa. Teori stimulus-respons ini memiliki dasar pandangan bahwa perilaku itu, termasuk perilaku berbahasa, bermula dengan adanya stimulus (rangsangan, aksi) yang segera menimbulkan respons, (reaksi, gerak balas). Teori ini dalam pembelajaran sangat bermanfaat untuk melihat bagaimana rangsangan siswa dan bagaimana reaksi siswa  terhadap pembelajaran.
B.  Saran
Sebagai pelajar, baik itu siswa maupun mahasiswa kita harus dapat mengetahui berbagai hal yang terdapat di dalam psikolinguistik, baik itu pemerolehan bahasa, kerusakan bahasa dan berbagai lainnya, supaya kita dapat melihat atau mengetahui bahaimana cara memperoleh atau menggunakan bahasa dengan baik dan juga supaya kita dapat mengindari timbulnya kerusakan bahasa, dan kitapun dapat menambah pengetahuan sebagai bekal ketika hendak mengajar disekolah maupun di perguruan tinggi.
Semoga tugas yang membahas tentang psikolinguistik ini bermanfaat serta dapat menambah wawasan penulis maupun pembaca. Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan yang diharapkan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran guna membangun wawasa penulis dalam mengerjakan berbagai tugas, terutama tugas psikolinguistik ini.

DAFTAR PUSTAKA


Ardiana, Leo Idra & Sodiq, Syamsul. 2003. Psikolinguistik. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2002. Psikolinguistik : Kajian Teoretik. Jakarta : Rineka Cipta.

Suherlan & Rosidin, Odien. 2004. Ihwal Ilmu Bahasa dan Cakupannya : Pengantar Memahami Linguistik. Serang : FKIP Untirta Serang.

Komentar

Postingan Populer