Analisis Artikel
Dengan
Teknik Konstruktif dan Teknik Komparatif


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keterampilan Membaca

Disusun Oleh :
Nama  :     Sehat. SM. Silalahi
      NPM   :    12110287
Dosen Pembimbing : Diana. L. Tobing, S.Pd.

Logo+Universitas+HKBP+Nommensen.jpg


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
MEDAN
2013







Menganalisis Artikel Dengan Teknik Konstruktif & Teknik Komparatif
1.      Teknik konstruktif
      Teknik konstruktif adalah teknik yang dilakukan dalam memperhatikan dengan mutlak untuk menganalisis artikel.

2.      Teknik komparatif
     Teknik komparatif adalah teknik yang dilakukan dengan membandingkan dua artikel (2 judul berbeda dengan topic yang sama, tetapi 2 penulis yang berbeda) untuk mencari persamaan dalam menganalisis artikel.

Teknik menganalisis dua artikel :
A.      
1.      Bacalah sekilas 2 artikel tersebut !
Untuk mengadakan survey mengenai isinya.
2.      Formulasikan sejumlah pertanyaan yang hendak dicari jawabannya dalam bagian tersebut.
3.      Baca artikel dengan seksama!

B.      
1.      Apakah topic dari setiap artikel ?
Temanya masing-masing
a.    Artikel 1
      Peranan penting bagi Kondisi perpustakaan kampus di indonesia, perpustakaan kampus tak lebih hanya sebagai tempat penyimpanan dan pajangan berbagai koleksi buku dan bahan referensi lainnya
b.   Artikel 2
     Arti penting perpustakaan di setiap lembaga pendidikan
2.      Buat sebuah rangka dasar singkat yang menggambarkan organisasi dasar dari setiap artikel
a.    Artikel 1
     Minat baca selama ini menjadi salah satu masalah besar bagi bangsa indonesia. Parahnya lagi, rendahnya minat baca terjadi pada mahasiswa sangat rendah di perguruan tinggi . Sebagai seorang mahasiswa dan calon ilmuwan, perpustakaan seharusnya menjadi tempat yang paling dicari, terutama dalam mencari referensi untuk membuat atau menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan.
     Factor yang menjadi peyebab sepinya perpustakaan, selain minat baca mahasiswa yang menurun, juga karena perpustakaan tidak bisa mengikuti perkembangan zaman dengan tidak memenuhi kebutuhan mahasiswa. Untuk memenuhi kebutuhan tugas-tugas kuliah, mahasiswa seringkali lebih memilih cara instan, yaitu mencari di internet.
b.   Artikel 2
      “Sekolah tanpa perpustakaan bagiku bukanlah sekolah. Pelajar tanpa buku bagiku bukanlah pelajar”. (minda perangin angin). “pengetahuan sebagian besar tidak didapatkan dari bangku sekolah, melainkan dari buku” (ajip rosidi).
       Perkataan minda perangin angin dan ajip rosidi di atas, barangkali tepat untuk dijadikan poros tengah dari dilema tersebut. Yaitu, antara meninggalkan sekolah atau berdiam diri di dalamnya. Sebab dalam dunia yang serba formal sekarang ini, meninggalkan sekolah merupakan sesuatu yang mustahil, lain dari pada itu sekolah mulai berdirinya sudah terbukti banyak melahirkan orang yang “menjelma” “manusia seutuhnya”. Seperti soekarno, hatta, soeharto, dan beberapa orang lainnya. Untuk itu, maka yang harus dilakukan adalah formulasi dalam dunia persekolahan itu sendiri.
       Tentu saja, sebagai lembaga pendidikan yang berfungsi menanamkan nilai-nilai kemanusian agar mampu menjadi manusia utuh, diperlukan sebuah wadah yang di dalamnya terdapat berbagai jenis ilmu, di sinilah keberadaan perpustakaan menjadi amat penting. Perpustakaan, tentunya tidak hampa akan isi, tetapi merupakan kumpulan dari berbagai jenis buku dan ilmu pengetahuan lainnya. Karena perpustakan, penting, bukan karena bangunan gedungnya, melainkan dari koleksi buku beraneka ragam di dalamnya.

C.      
1.      Artikel manakah yang dianggap ditulis dengan baik ?
      Menurut saya, Artikel 2 dianggap ditulis dengan baik,
karena setiap pernyataan pada artikel disertai dengan mengkritik habis lembaga pendidikan dengan berbagai bentuk argumentasi oleh para pakar pendidikan dalam pandangan mereka terhadap lembaga pendidikan mengenai “arti penting perpustakaan di setiap lembaga pendidikan”.

2.      Apakah ada perbedaan yang cukup besar dalam kwalitas ?
     Menurut saya, ada perbedaan yang cukup besar dalam kwalitas dari setiap artikel :
a.    Kwalitas pada artikel 1 kurang baik, karena :
ü      Adanya pernyataan dengan menyalahi Mahasiswa di Perguruan Tinggi
ü      Selain itu pada artikel 1 juga menyalahi Perpustakaan di Perguruan Tinggi
ü      Semua pernyataan pada artikel 1 merupakan argumentasi penulis saja, tidak disertai dengan argumentasi para pakar pendidikan.
ü      Dari semua pernyataan pada artikel 1 yang dominasi dengan pendapat penulis saja, ternya terdapat juga referensi dari media cetak.
ü      Dengan demikian dapat saya simpulkan bahwa artikel 1 belum bersifat factual dan belum dapat dipercaya, sedangkan ;
b.   Kwalitas artikel 2 sangat baik, karena : adanya pernyataan dengan menyalahi lembaga pendidikan secara factual dan dapat dipercaya.


3.      Artikel mana yang menampilkan  fakta yang lebih kuat ?
      Menurut saya, artikel 2 yang menampilkan  fakta yang lebih kuat ,
karena pada artikel 2 disertai dengan argumentasi para pakar pendidikan mengkritik habis lembaga pendidikan dengan berbagai bentuk argumentasi dalam pandangan mereka terhadap lembaga pendidikan mengenai “arti penting perpustakaan di setiap lembaga pendidikan” setiap pernyataan pada artikel.
4.      Artikel mana yang lebih meyakinkan ?
    Menurut saya,  artikel yang lebih meyakinkan adalah artikel 2, karena :
ü   Artikel 2 bersifat factual dan dapat dipercaya.
ü   Adanya pernyataan dengan menyalahi lembaga pendidikan
ü   Disertai dengan argumentasi para pakar pendidikan mengkritik habis lembaga pendidikan dengan berbagai bentuk argumentasi dalam pandangan mereka terhadap lembaga pendidikan mengenai “arti penting perpustakaan di setiap lembaga pendidikan” setiap pernyataan pada artikel.
D.      
1.      Apakah salah satu artikel kelihatan mengubah fakta untuk menolak atau mendukung kasusnya ?
    Menurut saya tidak mengubah fakta untuk menolak atau mendukung kasusnya kelihatannya pada artikel.
2.      Apakah perbedaan antara kedua penulis dapat dipertanggungjawabkan ?
Menurut saya, dapat dipertanggungjawabkan, karena :
a.    Artikel 1, penulis tidak dapat dipertanggungjawabkan, karena semua pernyataan pada artikel 1 merupakan argumentasi penulis saja, tidak disertai dengan argumentasi para pakar pendidikan, sedangkan ;
b.   Artikel 2, penulis dapat dipertanggungjawabkan, karena Semua pernyataan pada artikel 1 merupakan disertai dengan argumentasi para pakar pendidikan.
3.      Apakah keduanya sama-sama jujur memaparkan suatu masalah dalam posisi mereka ?
Menurut saya :
a.    Artikel 1, belum dapat diketahui kejujurannya dalam memaparkan suatu masalah dengan posisi mereka, karena hanya argumentasi penulis saja.
b.   Artikel 2, dapat diketahui kejujurannya dalam memaparkan suatu masalah dengan posisi mereka, karena argumentasi para pakar pendidikan.
1.      Apakah diantara keduanya ada pro dan kontra ?
Menurut saya, ada pro dan kontra diantara kedua artikel, karena :
a.    Artikel 1,
ü      Adaanya pernyataan dengan menyalahi Mahasiswa di Perguruan Tinggi
ü      Selain itu pada artikel 1 juga menyalahi Perpustakaan, sedangkan ;
b.   Artikel 2, Adanya pernyataan dengan menyalahi lembaga pendidikan.

B.      
1.      Perhatikan asumsi-asumsi dasar !
2.      Apakah ada perbedaan keyakinan  terhadap kasus yang dibahas ?
     Menurut saya, ada perbedaan keyakinan  terhadap kasus yang dibahas :
a.   Artikel 1
1.      Adanya pernyataan dengan menyalahi Mahasiswa di Perguruan Tinggi.
ü      Minat baca mahasiswa di Indonesia sangat rendah.
ü      Hal tersebut sangat bertolak belakang dengan kondisi di jepang di perguruan tinggi.
ü      Semakin rendah kebiasaan membaca, penyakit kebodohan dan kemiskinan
akan berpotensi mengancam kemajuan dan eksistensi bangsa ini Perpustakaan sesungguhnya memainkan peranan penting bagi terciptanya budaya membaca bagi mahasiswa
ü      Factor yang menjadi peyebab sepinya perpustakaan, selain minat baca mahasiswa yang menurun, juga karena perpustakaan tidak bisa mengikuti perkembangan zaman dengan tidak memenuhi kebutuhan mahasiswa
ü      Perpustakaan sesungguhnya memainkan peranan penting bagi terciptanya budaya membaca bagi mahasiswa.
ü      Membandingkan perpustakaan kampus di Indonesia dengan kampus di jepang terhadap minat baca mahasiswanya, sedangkan ;


2.      Selain itu pada artikel 1 juga menyalahi Perpustakaan, dengan pernyataan :
     “Oleh sebab itulah, perpustakaan kampus hendaknya didesain sedemikian rupa supaya mahasiswa dan civitas academica lebih betah berada di sana. Perpustakaan harus mampu memenuhi dahaga para mahasiswa yang haus akan ilmu pengetahuan dengan empat cara :
ü      Pertama,
      menambah sarana dan prasarana perpustakaan, seperti adanya fasilitas dan jaringan internet atau wi-fi, memperbanyak ruang diskusi, dan memperbaiki ruang bacaan. Jika hal ini dapat diwujudkan, tentu akan menarik perhatian mahasiswa berkunjung ke perpustakaan.
ü      Kedua,
     Memberikan pelayanan yang baik, ramah, dan bersahabat. Hal ini sangat penting mengingat para pengunjung adalah mahasiswa yang berpendidikan. Jadi jika ada pelayanan dari petugas yang kurang baik dan kurang memuaskan tentu mereka akan protes dan kurang nyaman dalam menggunakan fasilitas perpustakaan.
ü      Ketiga,
     Tersedianya koleksi buku yang memadai. Koleksi bahan bacaan (buku atau literarur) merupakan komponen yang paling penting bagi perpustakaan. Koleksi yang harus dimiliki oleh perpustakaan minimal adalah buku wajib bagi setiap mata kuliah yang diajarkan dan jumlahnya harus memadai. Menurut sk mendikbud 0686/u/1991, setiap mata kuliah dasar dan mata kuliah keahlian harus disediakan dua judul buku wajib dengan jumlah eksemplar sekurang-kurangnya 10 % dari jumlah mahasiswa yang mengambil mata kuliah tersebut.
ü      Keempat,
       Menciptakan iklim membaca di kampus. Lingkungan akademik yang kondusif akan mendorong mahasiswa untuk rajin ke perpustakaan. Hal itu bisa dilakukan, misalnya dengan cara dosen memberikan tugas membaca bagi mahasiswanya.
       Jika perpustakaan dapat memberikan layanan yang baik dan menyediakan berbagai kebutuhan literatur yang dibutuhkan, maka mahasiswa akan banyak mendatangi perpustakaan. Lingkungan yang demikian memang tidak bisa diciptakan sendirian oleh perpustakaan, melainkan harus bekerja sama dengan seluruh warga kampus.
3.      Semua pernyataan pada artikel 1 merupakan argumentasi penulis saja, tidak disertai dengan argumentasi para pakar pendidikan.
     Dengan demikian dapat saya simpulkan bahwa artikel 1 belum bersifat factual dan belum dapat dipercaya.
4.      Dari semua pernyataan pada artikel 1 yang dominasi dengan pendapat penulis saja, ternya terdapat juga referensi dari media cetak, yakni :
ü      Menurut (arixs: 2006) ada enam faktor penyebab:
(1) sistem pembelajaran di indonesia belum membuat mahasiswa harus membaca buku,
(2) banyaknya tempat hiburan, permainan, dan tayangan tv yang mengalihkan perhatian mereka dari menbaca buku,
(3) budaya baca memang belum pernah diwariskan nenek moyang kita, sedangkan budaya tutur masih dominan daripada budaya membaca,
(4) sarana untuk memperoleh bacaan seperti perpustakaan atau taman bacaan masih merupakan barang langka,
(5) tidak meratanya penyebaran bahan bacaan di berbagai lapisan masyarakat
(6) serta dorongan membaca tidak ditumbuhkan sejak jenjang pendidikan praperguruan tinggi.
ü      Menurut sk mendikbud 0686/u/1991
      Setiap mata kuliah dasar dan mata kuliah keahlian harus disediakan dua judul buku wajib dengan jumlah eksemplar sekurang-kurangnya 10 % dari jumlah mahasiswa yang mengambil mata kuliah tersebut.

b.   Artikel 2
Adanya pernyataan dengan menyalahi lembaga pendidikan :

3.      Penulis yang manakah yang lebih menonjol memberikan paparan secara berani ?
     Menurut saya, penulis yang lebih menonjol memberikan paparan secara berani adalah :
Ach. Qusayairi nurullah pada artikel 2 : Perpustakaan Sekolah: Solusi Alternatif,
Karena pada artikel 2 disertai dengan argumentasi para pakar pendidikan mengkritik habis lembaga pendidikan dengan berbagai bentuk argumentasi dalam pandangan mereka terhadap lembaga pendidikan mengenai “arti penting perpustakaan di setiap lembaga pendidikan” setiap pernyataan pada artikel, sehingga artikel 2 bersifat factual dan dapat dipercaya.

4.      Dalam hal apa kedua penulis bersesuaian pendapat ?
     Menurut saya, Kedua penulis bersesuaian pendapat dalam hal pernyataan dengan menyalahi  lembaga pendidikan, yakni “Perpustakaan”.

C.      
1.      Apakah sesorang penulis mempergunakan kata-kata yang mengandung nilai-nilai emosional ?
     Menurut saya, Sesorang penulis mempergunakan kata-kata yang mengandung nilai-nilai emosional
Pada artikel 1 :
     “Semakin rendah kebiasaan membaca, penyakit kebodohan dan kemiskinan
akan berpotensi mengancam kemajuan dan eksistensi bangsa ini Perpustakaan sesungguhnya memainkan peranan penting bagi terciptanya budaya membaca bagi mahasiswa.”
2.      Temukan kalimat yang menunjukkan implikasi (subyektifan atau obyektifan) dalam artikel !
     Menurut saya, kalimat yang menunjukkan implikasi (subyektifan atau obyektifan) dalam artikel
a.   Artikel 1
1.      Adanya pernyataan dengan menyalahi Mahasiswa di Perguruan Tinggi.
ü      Minat baca mahasiswa di Indonesia sangat rendah. Hal tersebut sangat bertolak belakang dengan kondisi di jepang di perguruan tinggi.
ü      Semakin rendah kebiasaan membaca, penyakit kebodohan dan kemiskinan
akan berpotensi mengancam kemajuan dan eksistensi bangsa ini Perpustakaan sesungguhnya memainkan peranan penting bagi terciptanya budaya membaca bagi mahasiswa
ü      Factor yang menjadi peyebab sepinya perpustakaan, selain minat baca mahasiswa yang menurun, juga karena perpustakaan tidak bisa mengikuti perkembangan zaman dengan tidak memenuhi kebutuhan mahasiswa
ü      Perpustakaan sesungguhnya memainkan peranan penting bagi terciptanya budaya membaca bagi mahasiswa.
ü      Membandingkan perpustakaan kampus di Indonesia dengan kampus di jepang terhadap minat baca mahasiswanya.

2.      Selain itu pada artikel 1 juga menyalahi Perpustakaan, dengan pernyataan :
     “Oleh sebab itulah, perpustakaan kampus hendaknya didesain sedemikian rupa supaya mahasiswa dan civitas academica lebih betah berada di sana. Perpustakaan harus mampu memenuhi dahaga para mahasiswa yang haus akan ilmu pengetahuan dengan empat cara :
ü      Pertama,
      Menambah sarana dan prasarana perpustakaan, seperti adanya fasilitas dan jaringan internet atau wi-fi, memperbanyak ruang diskusi, dan memperbaiki ruang bacaan. Jika hal ini dapat diwujudkan, tentu akan menarik perhatian mahasiswa berkunjung ke perpustakaan.
ü      Kedua,
     Memberikan pelayanan yang baik, ramah, dan bersahabat. Hal ini sangat penting mengingat para pengunjung adalah mahasiswa yang berpendidikan. Jadi jika ada pelayanan dari petugas yang kurang baik dan kurang memuaskan tentu mereka akan protes dan kurang nyaman dalam menggunakan fasilitas perpustakaan.
ü      Ketiga,
     Tersedianya koleksi buku yang memadai. Koleksi bahan bacaan (buku atau literarur) merupakan komponen yang paling penting bagi perpustakaan. Koleksi yang harus dimiliki oleh perpustakaan minimal adalah buku wajib bagi setiap mata kuliah yang diajarkan dan jumlahnya harus memadai. Menurut sk mendikbud 0686/u/1991, setiap mata kuliah dasar dan mata kuliah keahlian harus disediakan dua judul buku wajib dengan jumlah eksemplar sekurang-kurangnya 10 % dari jumlah mahasiswa yang mengambil mata kuliah tersebut.
ü      Keempat,
       Menciptakan iklim membaca di kampus. Lingkungan akademik yang kondusif akan mendorong mahasiswa untuk rajin ke perpustakaan. Hal itu bisa dilakukan, misalnya dengan cara dosen memberikan tugas membaca bagi mahasiswanya.
       Jika perpustakaan dapat memberikan layanan yang baik dan menyediakan berbagai kebutuhan literatur yang dibutuhkan, maka mahasiswa akan banyak mendatangi perpustakaan. Lingkungan yang demikian memang tidak bisa diciptakan sendirian oleh perpustakaan, melainkan harus bekerja sama dengan seluruh warga kampus.
3.      Semua pernyataan pada artikel 1 merupakan argumentasi penulis saja, tidak disertai dengan argumentasi para pakar pendidikan.
     Dengan demikian dapat saya simpulkan bahwa artikel 1 belum bersifat factual dan belum dapat dipercaya.
4.      Dari semua pernyataan pada artikel 1 yang dominasi dengan pendapat penulis saja, ternya terdapat juga referensi dari media cetak, yakni :
ü      Menurut (arixs: 2006) ada enam faktor penyebab:
(1) sistem pembelajaran di indonesia belum membuat mahasiswa harus membaca buku,
(2) banyaknya tempat hiburan, permainan, dan tayangan tv yang mengalihkan perhatian mereka dari menbaca buku,
(3) budaya baca memang belum pernah diwariskan nenek moyang kita, sedangkan budaya tutur masih dominan daripada budaya membaca,
(4) sarana untuk memperoleh bacaan seperti perpustakaan atau taman bacaan masih merupakan barang langka,
(5) tidak meratanya penyebaran bahan bacaan di berbagai lapisan masyarakat
(6) serta dorongan membaca tidak ditumbuhkan sejak jenjang pendidikan praperguruan tinggi.
ü      Menurut sk mendikbud 0686/u/1991
      Setiap mata kuliah dasar dan mata kuliah keahlian harus disediakan dua judul buku wajib dengan jumlah eksemplar sekurang-kurangnya 10 % dari jumlah mahasiswa yang mengambil mata kuliah tersebut.
b.   Artikel 2
ü      “Sekolah tanpa perpustakaan bagiku bukanlah sekolah. Pelajar tanpa buku bagiku bukanlah pelajar”. (minda perangin angin).
ü      Perkataan minda perangin angin dan ajip rosidi di atas, barangkali tepat untuk dijadikan poros tengah dari dilema tersebut. Yaitu, antara meninggalkan sekolah atau berdiam diri di dalamnya. Sebab dalam dunia yang serba formal sekarang ini, meninggalkan sekolah merupakan sesuatu yang mustahil, lain dari pada itu sekolah mulai berdirinya sudah terbukti banyak melahirkan orang yang “menjelma” “manusia seutuhnya”. Seperti soekarno, hatta, soeharto, dan beberapa orang lainnya. Untuk itu, maka yang harus dilakukan adalah formulasi dalam dunia persekolahan itu sendiri.
ü      “pengetahuan sebagian besar tidak didapatkan dari bangku sekolah, melainkan dari buku” (ajip rosidi)














Artikel 1
Oleh : Fauzul andim,
Mantan Aktivis Pers LPM Edukasi Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo,
Saat Ini Menjadi Guru di SLB Negeri Ungaran.

       Minat baca selama ini menjadi salah satu masalah besar bagi bangsa indonesia. Betapa tidak, saat ini minat baca masyarakat indonesia termasuk yang terendah di asia.
       Indonesia hanya unggul di atas kamboja dan laos. Padahal semakin rendah kebiasaan membaca, penyakit kebodohan dan kemiskinan akan berpotensi mengancam kemajuan dan eksistensi bangsa ini. Parahnya lagi, rendahnya minat baca bukan hanya terjadi pada masyarakat umum, di sd, smp, sma, bahkan di perguruan tinggi pun minat baca mahasiswa sangat rendah. Hal tersebut sangat bertolak belakang dengan kondisi di jepang.
      Saat ini tentu kita sudah melihat bagaimana kemajuan perkembangan iptek di jepang. Semua itu disebabkan karena pemerintah jepang sangat memprioritaskan kebutuhan bahan bacaan masyarakatnya, terutama anak-anak sekolah dan mahasiswa, sehingga tak mengherankan jika perpustakaan, terutama di kampus-kampus jepang, selalu ramai dikunjungi mahasiswa.
     Berbeda dari kondisi perpustakaan kampus di indonesia, perpustakaan kampus tak lebih hanya sebagai tempat penyimpanan dan pajangan berbagai koleksi buku dan bahan referensi lainnya. Lebih ironis lagi, perpustakaan kampus sering dijadikan sebagai tempat untuk pacaran, bukan tempat membaca dan berdiskusi.
      Sebagai seorang mahasiswa dan calon ilmuwan, perpustakaan seharusnya menjadi tempat yang paling dicari, terutama dalam mencari referensi untuk membuat atau menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan.

Menumbuhkan minat baca
      Factor yang menjadi peyebab sepinya perpustakaan, selain minat baca mahasiswa yang menurun, juga karena perpustakaan tidak bisa mengikuti perkembangan zaman dengan tidak memenuhi kebutuhan mahasiswa. Untuk memenuhi kebutuhan tugas-tugas kuliah, mahasiswa seringkali lebih memilih cara instan, yaitu mencari di internet.
      Mengapa minat baca mahasiswa rendah? Menurut (arixs: 2006) ada enam faktor penyebab: (1) sistem pembelajaran di indonesia belum membuat mahasiswa harus membaca buku, (2) banyaknya tempat hiburan, permainan, dan tayangan tv yang mengalihkan perhatian mereka dari menbaca buku, (3) budaya baca memang belum pernah diwariskan nenek moyang kita, sedangkan budaya tutur masih dominan daripada budaya membaca, (4) sarana untuk memperoleh bacaan seperti perpustakaan atau taman bacaan masih merupakan barang langka, (5) tidak meratanya penyebaran bahan bacaan di berbagai lapisan masyarakat (6) serta dorongan membaca tidak ditumbuhkan sejak jenjang pendidikan praperguruan tinggi.
       Perpustakaan sesungguhnya memainkan peranan penting bagi terciptanya budaya membaca bagi mahasiswa. Perpustakaan merupakan jembatan menuju penguasaan ilmu pengetahuan, dapat memberikan kontribusi penting bagi terbukanya akses informasi, serta menyediakan data yang akurat bagi proses pengambilan sumber-sumber referensi bagi pengembangkan ilmu pengetahuan. Dan semua itu hanya bisa di dapatkan dengan cara membaca.
       Oleh sebab itulah, perpustakaan kampus hendaknya didesain sedemikian rupa supaya mahasiswa dan civitas academica lebih betah berada di sana. Perpustakaan harus mampu memenuhi dahaga para mahasiswa yang haus akan ilmu pengetahuan dengan empat cara.
      Pertama, menambah sarana dan prasarana perpustakaan, seperti adanya fasilitas dan jaringan internet atau wi-fi, memperbanyak ruang diskusi, dan memperbaiki ruang bacaan. Jika hal ini dapat diwujudkan, tentu akan menarik perhatian mahasiswa berkunjung ke perpustakaan.

       Kedua, memberikan pelayanan yang baik, ramah, dan bersahabat. Hal ini sangat penting mengingat para pengunjung adalah mahasiswa yang berpendidikan. Jadi jika ada pelayanan dari petugas yang kurang baik dan kurang memuaskan tentu mereka akan protes dan kurang nyaman dalam menggunakan fasilitas perpustakaan.
       Ketiga, tersedianya koleksi buku yang memadai. Koleksi bahan bacaan (buku atau literarur) merupakan komponen yang paling penting bagi perpustakaan. Koleksi yang harus dimiliki oleh perpustakaan minimal adalah buku wajib bagi setiap mata kuliah yang diajarkan dan jumlahnya harus memadai. Menurut sk mendikbud 0686/u/1991, setiap mata kuliah dasar dan mata kuliah keahlian harus disediakan dua judul buku wajib dengan jumlah eksemplar sekurang-kurangnya 10 % dari jumlah mahasiswa yang mengambil mata kuliah tersebut.
       Keempat, menciptakan iklim membaca di kampus. Lingkungan akademik yang kondusif akan mendorong mahasiswa untuk rajin ke perpustakaan. Hal itu bisa dilakukan, misalnya dengan cara dosen memberikan tugas membaca bagi mahasiswanya.
       Jika perpustakaan dapat memberikan layanan yang baik dan menyediakan berbagai kebutuhan literatur yang dibutuhkan, maka mahasiswa akan banyak mendatangi perpustakaan. Lingkungan yang demikian memang tidak bisa diciptakan sendirian oleh perpustakaan, melainkan harus bekerja sama dengan seluruh warga kampus.

























Artikel 2
Perpustakaan Sekolah: Solusi Alternatif
Oleh : Ach. Qusayairi nurullah
        “Sekolah tanpa perpustakaan bagiku bukanlah sekolah. Pelajar tanpa buku bagiku bukanlah pelajar”. (minda perangin angin). “pengetahuan sebagian besar tidak didapatkan dari bangku sekolah, melainkan dari buku” (ajip rosidi)
         Sudah menjadi kebenaran umum, bahwa untuk menjadi manusia berpendidikan seseorang harus masuk terlebih dahulu ke dalam institusi bernama sekolah. Tinggi rendahnya kualitas pendidikan seseorang dapat diukur pada sejauh mana ia mengalami dan manempuh jenjang waktu di dalamnya. Semakin lama dan jauh (tinggi) pengalaman pendidikan seseorang dalam bersekolah, maka akan semakin besar nilai sebagai insan berpendidikan yang akan diperolehnya.
Akan tetapi, yang penting disadari, sekolah bukanlah manifestasi dari pendidikan itu sendiri, artinya bahwa pelembagaan pendidikan merupakan pereduksian terhadap hakikat pendidikan. Pendidikan yang sejatinya merupakan usaha sadar sebagai proses pemanusiaan manusia (humansisasi), dan bisa dilakukan dalam ruang dan waktu kapan pun saja, malah berubah menjadi bangunan yang membentuk ruang; di dalamnya berisi bangku, papan, murid, dan guru. Dengan berbagai sistem yang melingkupinya.
         Berangkat dari pengertian semacam inilah, para pakar pendidikan, seperti paulo freire, ivan illich, room topati masang, andrias harefa, sujono samba, mengkritik habis lembaga pendidikan dengan berbagai bentuk argumentasi. Dalam pandangan mereka, sekolah tidak cocok untuk disebut lembaga pendidikan. Sebab makna pendidikan itu sendiri adalah humanisasi: manusia utuh. Sedangkan sekolah, dalam perspektif mereka, merupakan lembaga yang memperbudak dan membelenggu; tidak humanis-demokratis, tapi dehumanis-dekonstruktif.
Lalu, haruskah kita meninggalkan sekolah yang selama ini sudah kita yakini akan eksistensinya?
        Perkataan minda perangin angin dan ajip rosidi di atas, barangkali tepat untuk dijadikan poros tengah dari dilema tersebut. Yaitu, antara meninggalkan sekolah atau berdiam diri di dalamnya. Sebab dalam dunia yang serba formal sekarang ini, meninggalkan sekolah merupakan sesuatu yang mustahil, lain dari pada itu sekolah mulai berdirinya sudah terbukti banyak melahirkan orang yang “menjelma” “manusia seutuhnya”. Seperti soekarno, hatta, soeharto, dan beberapa orang lainnya. Untuk itu, maka yang harus dilakukan adalah formulasi dalam dunia persekolahan itu sendiri.
      “Formulasi” yang dimaksud adalah mengubah fungsi sekolah yang asalnya menjadi center education. Guru tidak lagi menjelma sebagai dewa yang selalu benar, dan murid tidak memosisikan dirinya sebagai kerbau. Hubungan antara guru dan murid yang dulunya patron-klien harus diubah menjadi jalinan yang dialogis-harmonis. Sehingga tercipta ikatan batin, emosional, yang begitu kuat di antara keduanya.
       Tentu saja, sebagai lembaga pendidikan yang berfungsi menanamkan nilai-nilai kemanusian agar mampu menjadi manusia utuh, diperlukan sebuah wadah yang di dalamnya terdapat berbagai jenis ilmu, di sinilah keberadaan perpustakaan menjadi amat penting. Perpustakaan, tentunya tidak hampa akan isi, tetapi merupakan kumpulan dari berbagai jenis buku dan ilmu pengetahuan lainnya. Karena perpustakan, penting, bukan karena bangunan gedungnya, melainkan dari koleksi buku beraneka ragam di dalamnya.
Mengenai arti penting perpustakaan, pernyataan prof. Dr. Darji darmodiharjo, mantan dirjen disdakmen, depdiknas, menarik untuk direnungkan: perpustakaan harus ada di setiap lembaga pendidikan. Kalau tidak ada ruang perpustakaan, maka gunakanlah satu ruang kelas. Kalau tidak ada ruang kelas, gunakanlah pojok kelas dengan raknya.  Jika tidak ada pojok kelas, tutup saja sekolahnya!. Bila buku adalah jendela dunia, maka perpustakaan adalah rumahnya.[10] dan sekolah-harusnya-menjadi jalan yang membimbing manusia menuju rumah tersebut.

Biodata penulis
Nama                           : ach. Qusayairi nurullah
Alamat             pondok : pesantren annuqayah lubangsa selatan,
Jl. Makam pahlawan no. 03 guluk-guluk sumenep madura. Kode pos: 69463.
Rumah : desa ging-ging bluto sumnep.

Komentar

Postingan Populer