BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Bahasa merupakan suatu wujud yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia, sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa itu
adalah milik manusia, bahasa selalu muncul dalam segala aspek dan kegiatan
manusia. Berbahasa juga merupakan suatu kegiatan yang dilakukan manusia dengan manusia yang lain, kegiatan berbahasa ini bisa berupa tulisan dan ucapan. Dengan berbahasa yang
baik, kita dapat menyampaikan sesuatu kepada orang lain dan orang lain akan
mengerti apa yang kita sampaikan.
Bahasa
merupakan objek linguistik, yang terdiri atas tataran fonologi, morfologi,
sintaksis, dan semantik. Pada keempat tataran berbahasa itu, kita seringkali
mengalami kesalahan ucap atau salah dengar. Kesalahan itu terkadang berasal
dari kesalahan yang tidak kita sadari, yaitu diperoleh dari bahasa pertama. Ada
juga kesalahan yang kita pelajari dari pemerolehan bahasa kedua, yaitu ketika
terjadi proses pembelajaran, termasuk dalam berbahasa Indonesia.
Proses pemerolehan bahasa merupakan bagian yang
penting dalam perkembangan kemampuan bahasa setiap individu. Pemerolehan bahasa
atau akuisisi adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang kanak-kanak
ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Proses pemerolehan
bahasa inilah yang menentukan kemampuan setiap individu dalam menguasai bahasa
pertamanya.
Dalam hal ini psikolinguistik bukan hanya mengkaji
tengtang pemerolehan atau gangguan bahasa saja, tetapi juga merupakan ilmu yang
membahas atau mengkaji sisi-sisi manusia, baik itu sifat atau perilaku manusia.
Dari tujuan utama psikolinguistik yaitu mencari satu
teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara psikologi dapat
menerangkan hakikat bahasa dan pemerolehannya.
B. Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan
penulisan materi ini yaitu untuk memberikan pengetahuan yang lebih terhadap
pembaca. Pengetahuan tersebut mengenai teori-teori dalam pembelajaran
psikolinguistik kususnya teori atau meteri-meri yang ada dalam buku Abdul Chaer yang berjudut psikolinguistik
kajian teoretik, baik itu sejara psikolingustik, pemerolehan bahasa,
gangguan bahasa dan berbagai materi-materi lainnya yang terdapat dalam buku
tersebut.
C. Manfaat
Manfaat dari pembahasan atau penulisa materi ini yang terdapat di dalam
buku Abdul Chaer yang berjudul psikolinguistik
kajian teoretik ini adalah supaya
kita dapat mengetahui bagaimana sejarah lahirnya psikolinguistik, bagaimana
cara pemerolehan bahasa, kerusakan bahasa, perilaku-perilaku manusia. maupun
materi-materi lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. SEJARAH
LAHIRNYA PSIKOLINGUISTIK
1. Psikologi Dalam
Linguistik
Von Humboldt (1767-1835), pakar linguistik berkebangsaan Jerman, telah
mencoba mengkaji hubungan antara bahasa dengan pemikiran manusia. Caranya
dengan membandingkan tata bahasa dari bahasa-bahasa yang berlainan dengan
tabiat-tabiat bangsa-bangsa penutur bahasa itu. Ferdinand
de Saussure (1858-1913), pakar linguistik berkebangsaan Swiss, Beliau
memperkenalkan tiga istilah tentang bahasa yaitu langage (bahasa umumnya
bersifat abstrak), Langue (bahasa tertentu yang bersifat abstrak), parole
(bahasa sebagai tuturan konkret).
Dari berbagai sumber mengenai keterkaitan Psikologi
dalam linguistik dapat di simpulkan bahwa dalam pembelajaran bahasa atau
linguistik ini pasti membutuhkan psikologi atau kejiwaan dan bakat yang
dimiliki masing-masing Individu yang saling berkaitan. Dalam bahasa manusia
memiliki Language Acquisition Device (LAD) untuk melakukan
kegiatan berbahasa dalam kehidupan sehari-hari.
2. Linguistik Dalam
Psikologi
John Dewey (1859-1952), pakar psikologi berkebangsaan Amerika, seorang
empirisme murni. Beliau pengkajian kelas kata berdasarkan pemahaman kanak-kanak kita dapat
menetukan kecendrungan akal (mental) kanak-kanak yang dihubungkan dengan
perbedaan-perbedaan linguistik. Pengkajian seperti ini, menurut Dewey akan
memberikan bantuan yang besar kepada psikologi bahasa pada umumnya. Karl Buchler, pakar
linguistik berkebanngsaan Jerman, Dalam bukunya Sprach Theorie (1934), beliau
menyatakan bahwa bahasa manusia itu mempunyai tiga fungsi yang disebut Kungabe
(kemudian disebut Ausdruck) Appell (yang sebelumnya disebut Auslosung), dan
Darstellung. Yang dimaksud dengan Kungabe adalh tindakan komunikatif yang
diwujudkan dalam bentuk verbal. Appell adalah permintaan yang ditujukan kepada
orang lain. Sedangkan darstellung adalah penggambaran pokok masalah yang
dikomunikasikan.
Weiss salah satu seorang tokoh psikolingustik
behaviorisme terkemuka yang telah merintis jalan ke arah lahirnya disiplin
psikolinggustik. Weiss juga telah menge,ukakan sejumlah masalah yang harus
dipecahkan oleh linggustik dan psikologi yang dilihat dari sudut behaviorisme.
Diantara masalah-masalah itu adalah sebagai berikut:
1)
Bahasa merupakan satu
kumpulan respons yang jumlahnya tidak terbatas terhadap suatu stimulus.
2)
Pada dasarnya perilaku
bahasa menyatukan anggota suatu masyarakat ke dalam organisasi gerak saraf.
3)
Perilaku bahasa adalah
sebuah alat untuk mengubah dan meragam-ragamkan kegiatan seseorang sebagai
hasil warisan dan hasil perolehan.
4)
Bahasa dapat merupakan
stimulus terhadap satu respons, atau merupakan satu responsterhadap satu
stimulus.
5)
Respons bahasa sebagai satu
stimulus pengganti untuk benda dan keadaan yang sebenarnya memungkinkan kita
untuk memunculkan kembali suatu hal yang perna terjadi, dan menganalisis
kejadian ini dalam bagian-bagiannya.
3. Kerjasama
Psikologi Dan Linguistik
Chaer (dalam Rose, 2012) mengatakan bahwa kerja sama secara langsung antara disiplin psikologi dan linguistik
dimulai sejak 1860. Yaitu oleh Heyman Steinthal, seorang ahli psikologi yang
yang beralih menjadi ahli linguistik, dan Moria Lazarus seorang ahli linguistik
yang beralih menjadi ahli psikologi dengan menerbitkan sebuah jurnal yang
khusus membicarakan masalah psikologi bahasa dari sudut
linguistik dan psikologi.
Menurut Steinthal, sebuah ilmu psikologi tidak mungkin
dapat hidup tanpa sebuah ilmu bahasa. Juga dikatakannya bahwa satu-satunya
jalan untuk masuk ke dalam akal manusia adalah melalui hukum-hukum asal bahasa
dan bukan melalui pancaindra manusia. Kerja sama ini lebih erat dilakukan pada
tahun 1901 di Jerman oleh Albert Thumb seorang ahli linguistik dengan Karl
Marbe seorang ahli psikologi sebagai hasil kerja samanya. Secara khusus Thumb
dan Marbe telah melakukan kajian yang mendalam mengenai bahasa dengan cara
melakukan kerjasama antara analisis linguistik dari analogi dengan analisis
psikologi dari hubungan pertuturan bahasa.
Dasar-dasar psikolinguistik menurut beberapa pakar di
dalam buku yang disunting oleh Osgood dan Sebeok di atas adalah sebagai
berikut:
1)
Psikolinguistik adalah satu teori linguistik
berdasarkan bahasa yang dianggap sebagai sebuah system elemen yang saling berhubungan.
2)
Psikolinguistik adalah satu teori pembelajaran
(menurut teori behaviorisme) berdasarkan bahasa yang dianggap sebagai satu
system tabiat dan kemampuan kemampuan yang menghubungkan isyarat dengan
perilaku.
3) Psikolinguistik
adalah satu teori informasi yang menganggap bahasa sebagai sebuah alat untuk
menyampaikan suatu benda.
4. Psikolingustik Sebagai Disiplin Mandiri
Secara
formal kelahiran psikolingustik ditandai dengan dibukanya satu program khusus
psikolingustik pada tahun 1953 oleh R. Brown. Sarjanah pertama (Ph.D.) yang
dihasilkan oleh program ini adalah Eric Lenneberg, yang sangat banyak perannya
dalam bidang psikolingustik.
Sebelum
terbitnya dua buku yang sangat penting dalam perkembangan psikilingustik, yaitu Verbal Behavior (1957) oleh skinner dan
buku Syantactic Structures (1957)
oleh Noam Chomsky, Leshley telah menyarankan adanya beberapa masalah yang dapat
dipecahkan bersama oleh ahli psikoligi dan ahli lingustik. Dalam teori Leshley
menyatakan bahwa lahirnya suatu ucapan bukanlah merupakan pertalian serentetan
respons yang datang dari luar, melainkan merupakan satu kejadian akal yang
serentak, dan struktur sintaksis ucapan itu hanyalah secara tidak langsung dihubungkan
dengan bentuk urutannya.
Dalam
hal itu Lenneberg menyatakan bahwa manusia mempunya kecebderungan biologi yang
khusus untuk memperoleh bahasa yang tidak dimiliki hewan, alasanya adalah
sebahai berikut:
1)
Terdapatnya pusat-pusat yang khas di dalam otak untuk
berbahasa.
2)
Cara perkembangan bahasa pada semua bayi adalah sama.
3)
Adanya kesukaran yang dialami untuk menghambat
pertumbuhan bahasa pada manusia
4)
Semua bahasa di dunia ini memiliki bagian-bagian yang
sama yang bersifat universal
5. Tiga Generasi Dalam Psikolingustik
a.
Psikolingustik Generasi Pertama
Psikolingustik
generasi pertama adalah psikolingustik dengan pera pakar yang menulis artikel
dalam kumpulan karangan yang berjudul Psycholingustics.
Teori-teori perilaku atau behaviorisme ini mengidentifikasikan bahasa sebagai
satu sistem respons yang yang langsung dan tidak langsung terhadap stimulus
erbal dan nonverbal. Orientasi stimulus-respons ini adalah orientasi psikologi.
Mengenai
teori psikolingustik generasi pertama ini, Perera (1996) mencatat adanya tiga
kelemahan, yaitu sebagai berikut:
1)
Adanya sifat reaktif dari psikolingustik tentang
bahasa.
2)
Psikolingustik pertama ini bersifat otomistik.
3)
Psikolingustik generasi pertama ini bersifat
indiidualis.
Adanya
tiga kelemahan inimemang tidak bisa dibantah. Namun, teori-teori psikolingustik
Oggood dan Sebeok dapat diterimah sebagai teori penengah antara teori perilaku
(behaviorisme) dan teori kognitif.
b.
Psikolingustik Generasi Kedua
Menurut
Mahler dan Noizet, psikilingustik generasi kedua telah dapat mengatasi
ciri-ciri atomistik dari psikolingustik Osgood-Sobeok. Psikolingustik generasi
kedua berpendapat bahwa dalam proses berbahasa bukanlah butir-butir bahasa yang
diperoleh, melainkan kaida dan sistem kaidalah yang diperoleh.
Leontive
seorang psikolinguis Rusia berpendapat ada beberapa ciri psikolingustik
generasi pertama, yang seharusnya dihindari malah masih tampak dan berlanjut.
Menurut Leontive sikap reaksi generasi kedua tidak tampak pada Chomky dan
Miller walaupun interpretasi mereka terhadap struktur verbal lebih kompleks. Di
samping itu, ciri individualisme juga masih tampak tanpa adanya kritikan. Malah
ciri individualisme ini tampaknya lebih dilindungi karena peran sosial dan
lingkungan sosial lebih bertambah untuk mengaktualisasikan kaidah-kaidah bahasa
yang diwarisi secara universal.
c.
Psikolingustik Generasi Ketiga
Psikolingustik
generasi kedua menyatakan bahwa analisis mereka mengenai bahasa telah melampaui
batas kalimat. Namun, kenyataannya analisis mereka hanya sampai pada analisis
hubungan antara kalimat dan pada kalimat saja, belum sampai pada wacana.
Beberapa
konsep yang berhubungan dengan analisis topik-topik telah diintroduksikan,
namun tetap tidak ada kelanjutannya. Para psikolinguis generasi kedua juga
menarik garis yang paralel antara lingustik dan proses mental dari psikologi
kognitif. Tataran lingustik dan tataran rancangan proses psikologi kognitif yang
paralel dapat dilihat pada bagan berikut ini.
Subsistem
Lingustik
|
Tataran
Rancangan Psikolingustik
|
v Analisis
wacana
|
v Rancangan
wacana
v Rancangan
intonasi
|
v Sintaksis
kalimat
|
v Rancangan
sintaksis
|
v Kaidah
leksikal
|
v Rancangan
pemilihan leksikal
|
v Kaidah
morfofonemik
|
v Rancangan
morfofonemik
|
v Kaidah
fonologi
|
v Rancangan
fonemik dan motoris.
|
Keharusan
ini melahirkan psikolingustik generasi ketiga oleh G. Werstch dalam bukunya Two
Problems for the New Psycholinguistics yang diberi nama New Psycholinguistics
atau psikolingustik baru. Ciri-ciri psikolingustik generasi ketiga ini adalah
sebagai berikut:
1)
Pertama, orientasi mereka kepada psikologi, tetepi
bukan psikologi perilaku
2)
Kedua, keterlepasan mereka dari karangka
“psikolingustik kalimat” dan keterlibatan dalam psikolingustik yang berdasarkan
situasi dan konteks
3)
Ketiga, adanya suatu pergeseran dari analisis mengenai
proses ujaran yang abstrak kesatu analisis psikologis mengenai komunikasi dan
perpikiran.
B. HUBUNGAN BERBAHASA BERPIKIR DAN
BERBUDAYA
1.
Teori
wilhelm Von Humbolot
wilhelm
Von Humbolot, sarjana Jerma abab ke-19 menekankan adanya ketergantungan
pemikiran manusia pada bahasa, maksutnya pandangan hidup suatu budaya, suatu
masyarakat ditentukan oleh bahasa masyarakat itu sendiri.
Von Humbolot berpendapat bahwa subtansi bahasa itu
sendiri terdiri dari dua bagian, bagian pertama merupakan bunyi-bunyi dan
bagian kedua merupakan pikiran-pikiran yang belum terbentuk.
Dari keterangan di atas bahwa bahasa merupakan bentuk
luar, sedangkan pikiran adalah bentuk dalam, bentuk luar bahasa itulah yang
kita dengar, sedangkan bentuk dalam berada dalam otak.
2.
Teori
Sapir-Whorf
Edward
( 1884-1938 ) linguis Amerika ini mengatakan bahwa manusia hidup di dunia ini
di bawah “belas kasi” bahasanya yang telah menjadi alat pengantar dalam
kehidupan masyarakat, menurut Sapir, telah menjadi fakta bahwa kehidupan suatu
masyarakat sebagian “didirikan” di atas tabiat-tabiat dan sipat-sipat bahasa
itu, karena itulah tidak ada dua bahasa yang sama sehingga dapat dianggap
mewakilisuatu masyarakat yang sama.
Benjamin Lee Whorf ( 1897-1941 ) menolak pandangan klasik
mengenai hubungan bahasa dan berpikir yang mengatakan bahwa bahasa dan berpikir
merupakan dua hal yang berdiri sendiri-sediri, pandangan klasik yang mengatakan
meskipun setiap bahasa mempunyai bunyi-bunyi yang berbeda-beda, tetapi semuanya
mengatakan rumusan-rumusa yang sama didasarkan pada pemikiran dan pengamatan
yang sama.
Menurut Whorf, sistem tata bahasa suatu bahasa bahkan
hanya merupakan alat untuk menyuarakan ide-ide, tetapi juga merupakan
pembentukan ide-ide itu, merupakan program kegiatan mental seseorang, penentu
struktur mental seseorang. Dengan kata lain, kata bahasalah yang membentuk
jalan pikiran seseorang ( Simanjuntak, 1987 ).
3.
Teori
Jean Piaget
Piaget sarjana Prancis berpendapat justru pikiranlah
yang membentuk bahasa, tanpa pemikiran bahasa tidak akan ada, pemikiranlah yang
menentukan aspek-aspek sintaksis dan leksikal bahasa, bahkan sebaliknya.
Mengenai hubungan dengan kegiatan-kegiatan intelek (
pikiran ) Piaget mengemukakan dua hal penting, yaitu:
1) Sumber
kegiatan intelek terdapat dalam bahasa, dikembangkan sensomotorik, yakni suatu
skema, gambaran-gambaran dari aspek-aspek sruktur golongan-golongan, dan hubungan-hubungan, benda-benda, dan
bentuk-bentuk dasar penyimpangan dan operasi pemakayan kembali.
2) Pembentukan
pemikiran yang dikemukakan dan berbentuk pada waktu bersamaan dengan
pemerolehan bahasa. Keduanya mamiliki proses yang lebih umum, yaitu konstitusi
fingsi lambang pada umumnya, funhsi lambang ini ditandai oleh bermacam-macam
perilaku yang terjadi serentak dalam perkembangannya.
4.
Teori
L.S Vygotsky
Vygotsky
sarjana bangsa Rusia, berpendapat adanya satu tahap perkembangan bahasa sebelum
adanya pikiran, dan adanya suatu tahap perkembangan pikiran sebelum adanya
bahasa
Dalam mengkaji gerak pikiran ini haru mengkaji dua
bagian ucapan, yaitu ucapan dalam yang menpunyai arti, yang merupakan sapek
fonetik atau aspek bunyi-ucapan.
5.
Teori
Noam Chomsky
Hubungan
bahasa dan pemikiran Chomsky mengajukan kembali teori klasik yang disebut
hipotesis nurani Chomsky menegaskan
bahwa pengkajian bahasa membukakan perpektif yang baik dalam penkajian proses
mental ( pemikiran ) manusia.
Hipotesis nurani mengatakan bahwa struktur bahasa
dalam adalah nurani, artinya rumus-rumus itu dibawah sejak lahir. Hipotesis
nurani berpendapat bahwa struktur-struktur dalam bahasa adalah sama.
6.
Teori
Eric Lenneberg
Hubungan
bahasa dan pemikiran, Eric mengajukan teori yang disebut teori kemampuan bahasa
khusus. Menuru Eric banyak bukti yang menunjukkan bahwa manusia menerima
warisan biologi asli berupa kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa
yang khusus untuk manusia dan tidak ada hubungannya dengan kecerdasan dan
pemikiran
7.
Teori
Bruner
Hubungan
bahasa dan pemikiran Bruner memperkenalkan teori yang disebutnya teori
intrumentalisme, menurut teori ini bahasa adalah alat pada manusia untuk
mengembangkan dan menyempurnakan pemikiran itu.
Bruner berpendapat
bahwa bahasa dan pemikiran berkembang dari sumber yang sama, selanjutnya bahasa
dan pemikiran alat berlakunya aksi, disamping itu ada dua kecakapan yang
melibatkan bahasa, yaitu kecakapan linggustik dan kecakapan komunikasi, da
Bruner juga memperkenalkan adanya kecakapan analisis yang dimiliki oleh setiap
manusia yang berbahasa.
8.
Kekontroversian
Hipotesis Sapir-Whorf
a. Teori
Hipotesis
1) Von
Humboldt mengatakan bahwa adanya pandangan hidup yang bermacam-macam karena
adanya keragaman sistem bahasa dan adanya sistem universal yang dimiliki oleh
bahasa yang ada di dunia ini.
2) Sapir-Whorf
mengatakan bahwa struktur bahasa menentukan struktur pikiran .
3) Piaget
mengatakan bahwa struktur pemikiran dibentuk oleh perilaku, bukan oleh struktur
bahasa.
4) Vygotsky
mengatakan bahwa pada mulanya bahasa dan pikiran berkembang sendiru-sendiri dan
tidak saling mempengaruhi.
5) Chomsky
mengataka bahwa bahasa dan pemikiran adalah dua buah sistem yang berasingan memiliki
keotomiannya masing-masing
6) Lenneberg
mengatakan bahwa manusia telah menerima warisan biologi ketika dilahirkan
7) Bruner
mengatakan bahwa bahasa adalah alat bagi manusia untuk berfikir, untuk menyempurnakan
dan mengembangkan pemikirab itu.
Diantara teori atau hipotesis, hipotesis
sapir-whorf-lah yang paling kontroversial, hipotesis ini mengatakan bahwa jalan
pikiran dan kebudayaan seseorang atau masyarakat ditentukan atau dipengaruhi
oleh struktur bahasanya. Banyak menimbulkan kritik dan reaksi dari para
ahli filsafat, linggistik, psikologi,
psikolinggustik, antropologi dan lai-lain.
C. ASPEK NEUROLOGI BAHASA FUNGSI
KEBAHASAAN OTAK DAN PEMBERBAHASAAN KEWAN
1.
Aspek
Neurologi
Poses
bahasa dimulai dari enkode semantik, enkode gramatikal, enkode fonoligi, yang
dilanjutkan dengan fonologi, enkode gramatika, dan dilanjutkan enkode semantik,
proses enkode semantik dan enkode gramatika terjadi di dalam otak penutur,
sedangkan enkode fonologi dimulai dari otak penutur lalu dilaksanakan oleh alat
ucap di dalam rongga penutur, sebelumnya enkode fonologi dimulai dari telinga
pendengar dengan dilanjutkan ke dalam otak pendengar dengan lanjutannya berupa
enkode gramatikal dan berakhir pada enkode semantik
Bila alay-alat fisiologi penutur dan pendengar berada
dalam keadaan sehat-normal, maka pesan semantik yang dikirimkan penutur dapat
diterima dengan baik oleh otak pendengar, artinya proses bahasa itu berjalan
dengan baik.
Proses berbahasa bersifat dua arah, bersifat
bolak-balik
Antara penutur dan
pendengar, maka seseorang penutur kemudian bisa menjadi pendengar dan seorang
pendengar kemudian bisa menjadi penutur.
2.
Fungsi
Kebahasaan Otak
Ke dua hemisfer otak mempunyai peranan yang berbeda
bagi fungsi kartikal, bicara bahasa dipusatkan pada hemisfer kiri, bagi orang
yang kidak, hemisfer kiri ini disebut dengan hemisfer dominan atau superior
secara fonologi, memang berbeda dengan hemisfer yang tidak dominan atau
inferior.
Hemisfer kiri terutama mempunyai arti bagi bahasa,
juga berfungsi untuk memori yang bersifat verbal, sebaliknya hemisfer kanan
penting untuk emosi lagi syarat, baik yang emosional maupun verbal.
Hemisfer kiri memang untuk fingsi bicara bahasa,
tetapi tanpa aktifitas hemisfer kanan, maka pembicaraan seseorang akan menjadi
minton, teksprosadi, tak ada lagu kalimat, tanpa menampakan adanya emosi dan
tanpa disertai syarat-syarat bahasa.
Hasil penelitian tentang kerusakan otak oleh Broca dan
Wernicke serta panelitian Penfid dan Robent, mengarah pada keimpulan bahwa
hemisfer dilibatkan hubungan dalam fungsi bahasa.
Kreshen ( 1977 ) mengemukakan lima alasan yang
mendasari kesimpulan itu, yaitu :
1) Hilanhnya
kemampun berbahasa akibat kerusakan otak
2) Ketika
hemisfer kiri dianestesia kemampuan berbahasa menjadi hilang, tetapi hemisfer
kanan dianestesia kemampuan berbahasa itu tetap ada
3) Sewaktu
bersaing dalam menerima masukan bahasa secara bersama an dalam tes dikatik,
ternyata telinga kanan lebih unggul dalam ketetapan dan kecepatan pemahaman
daripada telinga kiri
4) Ketika
materi bahasa diberikan melalui penglihatan mata kanan dan mata kiri, ternyata
penglihatan mata kanan lebih cepat dan lebih tepat dalam menangkap materi
bahasa itu daripada penglihatan kiri
5) Pada
waktu melakukan kegiata bahasa baik secara terbuka maupun tertutup, hemisfer
kiri menunjukkan kegiatan elektrik, lebih hebat daripada hemisfer kanan. Hal
ini diketahui melalui dengan gelombang otak, hemisfer yang lebih aktif, lebih
sedikit menghasilkan gelombang alpha.
3.
Pemberbahasaan
Hewan
Pada otak manusia ada bagian-bagian yang sifatnya bisa
disebut manusiawi, sedangkan pada otak hewan tidak ada, karena ketidak adaan
fungsi-fungsi manusiawi inilah maka hewan-hewan tersebut tidak dapat berbicara
atau berbahasa.
Chomsky bawah kemampuan berbahasa adalah kemampuan
untuk menghasilkan kalimat-kalimat yang belum perna didengar atau diucapkan
orang, jadi dapat disimpulkan bahwa hewan-hewan itu tidak dapat berbahasa.
Meskipun demikian yang lebih mencoba mengajarkan bahasa manusia pada hewan
primata ( hewan yang secara organis dekat pada manusi ) yakni sipanse, diantara
pakar-pakar itu adalah sebagai berikut.
a) Keith
J. Heyes dan Catherine Hayes
Keith dan Catherine adala sepasang suami isntri yang
memelihara seekor sipanse betina yang diberi nama Viki, hasil eksperimen itu
tidak menggembirakan, tetapi hanya menghasilkan bahwa binatang peliharaannya
mau mengucapkan kata-kata yang diminta kalau diberi balasan berupa makanan dan
minuma.
b) R.
Allen Gardner dan Beatrice T. Gurdner
Dengan bahasa isyarat itu konsep-konsep atau kata-kata
bahasa inggris diwujudkan dengan isyarat yang dibuat dengan tangan. Dengan
dibantu sejumlah asisten, Allen dan Beatrice Gerdner mendidik Washoe secara
bergantian sehiangga tidak perna terlepas dari perhatian manusia, dibandingkan
anak manusia kepandaian Washoe memang belum apa-apa.
c) David
Fremack dan Ann Premack
Viki, sipanse yang dilati oleh pasangan suami istri ini
memang bisa mengucapkan beberapa kata tertentu, tetapi dia hanya bisa
mengucapkan apabila terlebi dahulu diucapkan oleh pelatinya dan apabila diberi
hadia, bila tidak demikian dia tidak akam mengucapkan kata-kata itu.
D. GANGGUAN BERBICARA, BERBAHASA,
BERPIKIR, DAN GANGGUAN LINGKUNGAN SISIAL
1.
Gangguan
Berbicara
a. Gangguan
Mekanisme Berbicara
Mekanisme berbicara adalah suatu proses produksi ucapan (
perkataan ) oleh kegiatan terpadu dari pita suara, lidah, otak-otak yang
membentuk rongga mulut, seta kerongkongan dan paru-paru, gangguan berbicara
pada mekanisme dapat dirinci, sebagai berikut:
1)
Gangguan
Akibat Faktor Pulmonal
Para penderita paru-paru kekuatan
bernafasnya sangat kurang, sehingga cara berbicaranya diwarnai oleh nada
menoton, volume suara yang kecil sekali, dan terputus-putus, meskipun dari segi
semantik dan sintaksis tidak ada masalah.
2) Gangguan Akibat Faktor Resonansi
Gangguan ini suara yang dihasilkan
menjadi bersengan.
b.
Gangguan Akibat Multifaktoria
1) Berbicara serampang
Berbicara serampang yaitu berbicara
dengan cepat sekali dengan artikulasi yang rusak, ditambah dengan “menelan”
sejumlah suku kata, sehingga apa yang diucapkan sukar untuk dipahami.
2) Berbicara pripulsif
Biasanya terdapat pada penderita
penyakit parkinson ( kerusakan pada otak yang menyebabkan otot menjadi gemetar,
kaku, dan lemah ). Para penderita penyakit ini biasanya bermasalah dalam
melakukan gerakan-gerakan.
3) Berbicara mutis ( mutisme )
Berbicara mutis yaitu tidak berbicara
sama sekali, sebagian mereka mungkin masi dianggap membisu, yakni memang
sengaja tidak mau berbicara. Mutisme ini sebenarnya bukan hanya tidak dapat
berkomunikasi secara verbal saja, tetapi juga tidak dapat berkomunikasi secara
visual maupun isyarat, seperti dengan gerak-gerik dan sebagainya.
c. Gangguan
Psikogenik
Variasi cara berbicara yang normal, tetapi merupakan
ungkapan dari gangguan dibidang mental, gangguan berbicara psikogenik ini
antara lain:
1)
Berbicara
manja
Karena ada kesan anak ( orang ) yang
melakukannya meminta perhatian untuk
dimanja.
2) Berbicara kemayu
Yaitu kegiatan dengan parangai
kewanitaan yang berlebihan, jika seorang pria bersifat atau bertingka laku
kemayu jelas sekali gambaran yang dimaksudkan oleh istilah tersebut. Berbicara
kemayu diartikan oleh gerak bibir dan lida yang menarik perhatian dan latar
yang dilakukan secara ekstra menonjol atau ekstra lemah gemulai dan ekstra
memanjang
3) Berbicara gagap
Berbicara gagap adalah berbicara yang
kacau karena sering tersendat-sendat, mendadak berhenti, lalu kengulang-ulang
kata pertama, kata-kata berikutnya, dan setelah berhasil mengucapkan kata-kata
itu, kalimat tersebutpun dapat diselesaikan. Namun hal-hal berikut ini
mempunyai peranan terjadinya kegagapan itu, yaitu sebagai berikut.
a)
Foktor tres dalam kehidupan keluarga
b)
Mendidik anak yang dilakukan secara
keras dan ketat
c)
Faktor neutorik famial.
4) Berbicara latah
Sering disamakan dengan ekolalla, yaitu
membeo atau menirukan apa yang dilakukan oleh orang lain, tetapi sebenarnya
latah ini adalah suatu seadrom yang terdiri cara verbal refesitif yang bersifat
jorok ( keprolalla ) dan gangguan lekomotorik yang dapat dipancing.
2. Gangguan Berbahasa
Untuk dapat berbahasa diperlukan
kemampuan mengeluarkan kata-kata, ini berarti daera Broca dan Wernicke harus
berfungsi dengan baik, kerusakan pada daera tersebut dan sekitarnya menyebabkan
terjadinya gangguan bahasa yang disebut afasia, dalam hal ini Broca sendiri
menamainya afemia.
Belahan otak ( homiferium ) yang
memiliki organisme meororal yang lebih sempurna dikenal dengan ( hemisferium
) yang dominan. Dalam pertumbuhan dan
perkembangan otak, pembentukan daerah Broca dan wernicke terjadi pada
hemisfernium yang dominan.
Benson ( 1975 ) membagi afasia menjadi
afasia ekspresi atau afasia motorik yang dulu dikenal sebagai afasia tipe
Broca, dan afesia reseftif atau afasia sensorik.
1)
Afasia
motorik ( daerah Brocanya yang terganggu )
Afasia motorik terletak pada bagian
lapisan, permukaan, di bawah permukaan daera Broca atau di daerah afasia auton
broca.
2)
Afasia
sensorik
Akibat adanya kerusakan
leksikartikal di daerah Wernicke pada hemisfernium yang dominan. Kerusakan di
daerah wernicke pada hemisfernium ini bukan saja pengertian apa yang didengar
terganggu, dan apa yang dilihat ikut terganggu. Penderita afasia sensorik ini
kehilangan pengertian berbahsa lisan dan bahasa tulisan, tapi dia masi memiliki
cara verbal meskipun hal itu tidak dipakami oleh dirinya sendiri maupun orang
lain
3. Gangguan Berpikir
a.
Pikun ( dimensia )
Pikun menunjukan banyak sekali
gangguan seperti agnesia, apraksia, amesia, perubahan kepribadian, perubahan
perilaku, dan kemunduran dalam segala macam fungsi intelektual.
Segala macam fungsi intelektual,
semua itu kurangnya berpikir sehingga ekspresi verbalnya diwarnai dengan
kerusakan untuk menemukan kata-kata yang tepat, kalimat seringkali
diulang-ulang, apa yang sudah dikatakan diulang lagi, pembicaraan sering
terputus karena arah pembicaraan tidak teringat atau tidak diketahui lagi,
sehingga berpinda ketopik lain.
Penyeban pikun ini antara lain,
kerena terganggunya fungsi otak dalam jumlah berat, termasuk menurunnya jumlah
zat-zat kimia dalam otak, selain itu dapat pula disebabkan oleh penyakit struk,
tumor otak, dan gangguan sistemik. Pikun yang oleh depresi dan gangguan
sistematik dapat pulih kembali, tetapi kasus dimensi tidak dapat kembali
kekondisi sebelumnya.
b.
Sisofrenik
Gangguan berbahasa akibat gangguan berpikir,
penderita ini dapat berbicara terus-menerus, ocehannya hanya merupakan ulangan
cura verbal semula, dengan tambahan sedikit atau dikurangi beberapa kalimat,
gaya bahasa sisofrenik ini dapat dibedakan dalam beberapa hal dan menurut
berbagai kriteria, yaitu diferensia, dalam gaya bahasa sirofrenia halusinasi
danpasca halusinasi.
c.
Depresif
Orang yang tertekan jiwanya
memproyeksikan penderitaannya pada gaya bahasanya dan makna cura verbalnya.
Volume cura verbalnya lemah lembut dan kelancarannya terputus-putus, interval
yang cukup panjang, namun ara lurus pikiran tidak terganggu, kelancaran
berbicarabya tertutup oleh tarikan nafas, serta pelepasan nafas keluar yang
panjang.
4. Gangguan Lingkungan sosial
Gangguan
ini karena terasingnya seorang manusia, yang aspek biologinya, bahasanya normal
dari lingkungan kehidupan manusia. Keterasingan bisa disebabkan karena
dilakukan dengan sengaja, bisa juga karena hidupnya bukan dalam lingkingan
manusia, melainkan dipelihara oleh binatang, seperti khasus Kamala dan Moungli
(Chauchard, 1983 : 63-69).
Khasus adanya manusia yang
dipelihara oleh seriga, menurut catata Zingg sejak tahun 1344 telah ada 31
kasus, salah satu diantaranya adalah Kumala, dia diperkirakan berumur 8 tahun,
dan adiknya berumur 2 tahun. Kumala masih bisa hidup sampai 9 tahun, sedangkan
adiknya ditemukan telah meninggal, namun Kumala tidak lagi mempunyai bahasa
batin, jadi tidak mempunyai pikiran yang reflektif (cheuchard, 1983 : 69).
E. PEMEROLEHAN BAHASA BEBERAPA
HIPOTESI
1.
Macam-Macam
Hipotesis
a. Hipotesis
Nurani (Chomsky)
Berdasarkan pengamatan bahwa
manusia lahir dilengkapi oleh suatu alat yang memungkinkan dapat berbahasa
dengan mudah dan cepat.
b. Hipotesis
Tabularasa
Tabularasa secara herfia berati
“kertas kosong” dalam artinya yang belum perna ditulis apa-apa. Hipotesis
tabularasa mengatakan bahwa bunyi pada waktu lahirnya sama seperti kertas
kosong, yang nanti akan ditulis atau diisi dengan pengalaman-pengalaman.
c. Hipotesis
Kesemestaan Kognitif
Dalam kognitifisme hipotesis
kesemestaan kognitif yang diperkenalkan oleh Piaget telah digunakan sebagai
dasar untuk menjelaskan proses-proses pemerolehan bahasa kanak-kanak.
Menurut teori yang didasarkan pada
kesemestaan kognitif, bahasa diperoleh berdasarkan struktur-struktur kognitif
detiamotor, struktur ini diperoleh oleh kanak-kanak melalui interaksi dengan
benda-benda atau orang-orang disekitarnya.
2.
Pemerolehan
Sintaksis
a. Teiri
tata Bahasa Pivot
Kajian mengenai pemerolehan
sintaksis oleh kanak-kanak dimulai dari Brocka (1963), Brown dan Fraser (1964), dan Miller (1964).
Menurut kejadian awal ini ucapan dua kata kanak-kanak ini terjadi dari dua
jenis kata menurut posisi dan prekuensi munculnya kata-kata itu dalam kalimat.
b. Teori
Hubungan Tata Bahasa Nurani
Berdasarkan teori Chomsky, Mc. Neil
(1970), mangatakan bahwa pengetahuan kanak-kanak mengenai hubungan tata bahasa
universal ini bersifat “nurani”, maka itu akan mempengaruhi pemerolehan
sintaksis ditentukan oleh hubungan tata bahasa universal lain
c. Teori
Hubungan Tata Bahasa dan Informasi Situasi
Sehubungan dengan teori hubungan
tata bahasa nuranu, Bloom (1970) mengatakan bahwa hubungan-hubungan tata bahasa
tanpa merujuk pada informasi (konteks) belumlah mencapai untuk menganalisis
ucapan atau bahasa kanak-kanak.
d. Teori
komulatif kompleks
Teori ini dikemukakan oleh Brown
(1973) berdasarkan data yang dikumpulkannya, menurut Brown urutan pemerolehan
sintaksis oleh kanak-kanak ditentukan oleh komulatif kompleks semantik morfem
dan komulatif kompleks tata bahasa yang sedang diperoleh itu.
e. Teori
Pendekatan Semantik
Teori pendekatan semantik ini
menurut Greenfield dan smith (1976) pertama kali diperkenalkan oleh Bloom.
Dalam hai ini Bloom (1970) mengintegrasikan pengetahuan semantik dalam
pengkajian perkembangan sintaksis ini berdasarkan teori generatif
transpormasinya (1965).
3.
Pemerolehan
Semantik
Ada beberapa teori yang
mengenai makna dari semantik, menurut salah satu teori semantik yang baru, makna
dapat dijelaskan apa yang dijelaskan berdasarkan apa yang disebut fitur-fitur
atau penanda-penanda semantik. Jadi ini berarti makna dari sebuah kata
merupakan gabungan dari fitur-fitur semantik ini (Larson, 1989).
Dalam perkembangan
psikolingustik ada beberapa teori mengenai proses pemerolehan semantik, yaitu:
a. Teori
Hipotesis Fitur Semantik
Menurut beberapa ahli
psikolinggustik perkembangan kanak-kanak memperoleh makna suatu kata dengan
cara menguasai fitur-fitur semantik, kata itu sendiri satu demi satu sampai
semua fitur-fitur semantik itu dikuasai, seperti yang dikuasai oleh orang
dewasa (Mc Neil, 1970 Clark 1977). Asumsi-asumsi yang menjadi dasar hipotesis
fitur-fitur semantik adalah
1) Fitur-fitur
makna yang digunakan kanak-kanak dianggap sama dengan beberapa fitur makna yang
digunakan oleh orang dewasa
2) Karena
pengalaman kanak-kanak mengenai dunia ini dan bahasa masi sangat terbatas bila
dibandingkan pengalaman orang dewasa. Maka kanak-kanak hanya akan menggunakan
dua atau tiga fitur makna saja untuk sebuah kata sebagai masukan leksikal.
3) Karena
pilihan fitur-fitur yang berkaitan ini didasarkan pada pengamatan kanak-kanak
sebelumnya, maka fitur-fitur ini pada umumnya didasarkan pada informasi
persepsi atau pengamatan.
Clark (1977), secara umum menyimpulkan
perkembangan pemerolehan semantik ada beberapa tahap, yaitu:
1)
Tahap
penyampaian makna kata
Berlangsung antara umur satu sampai
satu rentangan tahun (1:0-1:6) kanak-kank satu benda tertentu yang
mencakup/dicakup oleh satu makna menjadi nama dari benda itu.
2)
Tahap
generalisasi berlebihan
Berlangsung sampai satu tahun setengah
sampai dua setenga tahun (1:6-2:6) kanak-kanak mulai menggenetasikan makna
suatu kata yang berlebihan
3)
Tahap
medan semantik
Berlangsung antara usia dua tahun setengah
sampai lima tahun (2:6-5:0) kanak-kanak mulai mengelompokkan kata-kata yang
berkaitan kedalam satu medan semantik.
4)
Tahap
generalisasi
Berlangsung setelah kanak-kank berusia lima
tahun, kanak-kanak telah mempu mengenal benda-benda yang sama dari sudut
persepsi bahkan benda-benda itu mempunyai fitur-fitur semantik yang sama
b.
Teori Hipotesis Hubungan-Hubungan
Gramatikal
Menurut Mc. Neil (1970), pada waktu
dilahirkan kanak-kanak telah dilengkapi dengan hubungan-hubungan gramatikal
dalamyang murni. Kanak-kanak pada awal proses pemerolehan bahasanya tidak
berusaha membentuk satu “kamus makna kalimat”, yaitu setiap butir leksikal
dicantumkan dengan semua hubungan gramatikal yang digunakan cecara lengkap pada
tahap holofrasis.
c.
Teori hipotesis generalisasi
Anglin mengemukakan perkembangan
semantik kanak-kanak menikuti satu proses generalisasi, yaitu kemampuan
kanak-kanak melihat hubungan. Hubungan semantik antara nama benda-benda
(kata-kata) mulai dari yang kongret sampai pada yang abstrak.
Selanjutnya setelah usia mereka
semakin bertambah, maka merekapun akan memasukan bunyi ke dalam
kelompok-kelompok yang lebih tinggi, misalnya seperti tumbuh-tumbuhan
d.
Teori Hipotesis Primitif-Primitif
Universal
Menurut Postall semua bahasa yang
ada di dunia ini ditandai oleh satu perangkat primitif-primitif semantik
universal dan rumus-rumus untuk menggabungkan primitif-primitif semantik ini dengan
butir-butir leksikal.
Bierwish (1970), mengatakan bawah
primitif-primitif semantik atau komponen-komponen semantik ini mewakili
kategori-kategori atau prinsip-prinsip yang sudah adasejak awal yang digunakan
manusia untuk menggolongkan struktur benda atau situasi-situasi yang diamati
oleh manusia itu sendiri.
4. Pemerolehan Fonelogi
a.
Teori Strutur Unuversal
Jakobson (1968) menyimpulkan adanya dua
tahap dalam pemerolehan fonologi, yaitu:
5)
Tahap mambabal prabahasa, tahap ini
bunyi-bunyi melati alat-alat vokalnya dengan cara mengeluarkan bunyi-bunyi
tanpa tujuan tertentu atau bukan untuk berkomunikasi.
6)
Tahap pemerolehan bahasa murni, pada
tahap ini bunyi mengikuti suatu pemerolehan bunyi altertatif universal dan
tidak berubah.
b.
Teori Generatif Struktural
Universal
Moskowitz mengatakan bahwa dalam
pemerolehan fonologi tidak dapat dipastikan apaka anak-anak telah menguasai
rumus fonologi atau tidak. Oleh karena itu, ada alasan untuk mengatakan bahwa
kanak-kanak telah menciptakan rumus-rumus fonologinya sendiri sejak tahap awal
pemerolehan fonologinya dengan
rumus-rumus fonologi orang dewasa.
c.
Teori proses Fonologi Alamiah
Menurut Stanpe proses fonologi
kanak-kanak bersifat nurani yang harus mengalami penindasan, pembatasan dan
pengaturan sesuai dengan penuranian seprajenta fonemik orang dewasa. Suatu
proses fonologi terdiri dari kesatuan- kesatuan yang saling bertentangan,
umpamanya terdapat satu proses yang menjadikan semua bunyi menjadi tidak
bersuaradalam semua konteks, kerena halangan organ ototnya mengalangi alur
udara yang diperlukan untuk menghasikan bunyi-bunyi ini.
d.
Teori Prosodi-Akustik
Weterson (1971), menggunakan
pendekatan non segmental, yaitu pendekatan prosodi yang dianggapnya lebih
berasi. Pendekatan ini diperkuat dengan analisis akustik, sebab analisis
prosodi hanya hanya melihat dari analisis artikulasi saja.
Weterson (1970), berpendapat bahwa
pemerolehan bahasa adalah satu proses sosial sehingga kejadiannya lebih tepat dilakukan
di rumah dengan konteks sosial yang sebenarnya, daripada pengkajian data-data
desperimen lebih-lebih untuk pemerolehan fonologi, menurutnya pemerolehan
bahasa oleh kanak-kanakdimulai dari pemerolehan semantik dan fonologi kemudian
baru ada pemerolehan sintaksis.
e.
Teori kontras Dan Proses
Menurut Igram, kanak-kanak memperoleh
sistem fonologi orang dewasa dengan cara mendapatkan strukturnya sendiri, dan
kemudian mengubah struktur ini jika pengetahuannya mengenai sistem dewasa
semakin baik. Perkembangan fonologi ini melalu asimilasi dan akomodasi yang
terus-menerusmengubah struktur untuk menyelaraskannya dengan kenyataan.
Peristiwa ini dapat digambarkan sebagai berikut:
![]() |
F. TEORI PEMBELAJARAN STIMULUS-RESPONS
1. Teori
Pembiasaan Klasik dari Pavlov
Teori
pembiasaan klasik ini merupakan teori pertama dalam kelompok teori
stimulus-respons. Teori ini ditemukan oleh Ivan P. Pavlov (1848 - 1936). Ketika
ia hendak mengkaji proses pencernaan hewan, ia mendapati bahwa sebelum seekor
anjing mulai memakan makanan, air liurnya telah lebih dahulu keluar. Setiap
kali anjing yang diamati melihat makanan, air liur anjing selalu keluar. Maka
Pavlov ingin melatih anjing untuk mengeluarkan air liurnya sekalipun makanan
tidak diberikan.
Pavlov
merancang suatu eksperimen yakni dengan membunyikan lonceng segera sebelum
anjing diberi makanan. Setelah eksperimennya ini dilaksanakan, maka ia dapat
menyimpulkan bahwa anjing itu telah dilazimkan untuk bertindak terhadap
rangsangan yang baru, yaitu lonceng yang sebelumnya tidak menyebabkan anjing
mengeluarkan air liurnya.
Air
liur yang keluar sekalipun hanya karena mendengar bunyi lonceng saja merupakan
respon yang disebut respons yang
dibiasakan; sedangkan ransangan atau stimulus yang menyebabkannya, yaitu
bunyi lonceng disebut stimulus yang
dibiasakan.
Eksperimen
Pavlov dengan anjing itu terdiri dari empat elemen terpisah yang selalu muncul
dalam teori eksperimen klasik, yaitu:
1)
Stimulus yang tidak dibiasakan (STD)
2)
Respons tidak dibiasakan (RTD)
3)
Stimulus yang dibiasakan (SD)
4)
Respons yang dibiaskan (RD)
Menurut teori Pembiasaan Klasik
ini kemampuan seseorang untuk membentuk respons-respons yang dibiasakan
berhubungan erat dengan jenis sistem yang digunakan. Teori ini percaya adanya
perbedaan-perbedaan yang dibawa sejak lahir dalam kemampuan belajar.
2.
Teori Penghubungan dari Thorndike
Teori ini dierkenalkan
oleh Edward L. Thorndike (1874 - 1919), seorang ahli psikologi berkebangsaan
Amerika. Teori ini dimulai dengan sebuah eksperimen yang disebut trial and
error. Dalam ekserimen itu Thorndike menempatkan seekor kucing di dalam
sebuah sangkar besar. Sangkar itu dapat dibuka dari dalam dengan menekan sebuah
engsel. Dari eksperimen tersebut, Thorndike berpendapat bahwa pembelajaran
merupakan suatu proses menghubung-hubungkan di dalam sistem saraf dan tidak ada
hubungannya dengan insight atau pengertian. Karena itu, teori
pembelajarannya disebut connectionism atau S-R bond theory (teori
gabungan stimulus-respons). Yang dihubung-hubungkan di dalam sistem saraf
adalah peristiwperistiwa fisik dan mental dalam proses pembelajaran itu.
Dari
eksperimen terhadap binatang-binatang itu, Thornadike merumuskan dua kaidah
atau hokum pembelajaran utama, yaitu (1) The law of exercise (hokum
latihan), dan (2) The low of effect (hokum akibat).
3.
Teori Behaviorisme dari Watson
Teori ini
diperkenalkan oleh Jhon B. Watson (1878 - 1958) seorang ahli psikologi
berkebangsaan Amerika. Teori ini kelanjutan dari teori pembiasaan klasik Pavlov
dalam bentuk baru dan yang lebih terperinci serta didukung oleh eksperimen baru
dengan binatang (terutama tikus) dan anak kecil (bayi).
Di
Amerika Serikat, Watson dikenal sebagai Bapak Behaviorisme Karena
prinsip-prinsip pembelajaran barunya berdasarkan teori Stimulus – Respons
Bond, (S – R bond) yang juga dalam persaingan dengan teori strukturalisme
dan mentalisme Wundt. Menurut behaviorisme yang dibuat Watson tujuan utama
psikologi adalah membuat perdiksi dan pengendalian terhadap perilaku; dan
sedikit pun tidak ada kaitannya dengan kesadaran. Yang dapat dikaji dari teori
ini adalah benda-benda yang dapat diamati secara langsung, yaitu rangsangan
(stimuls) dan gerak balas (respons).
Jadi,
semua perilaku dipelajari menurut hubungan stimuls – respons. Watson mengadakan
eksperimen terhadap bayi yang bernama Albert yang berumur 11 tahun untuk membuktikan
teorinya. Dalam hal ini Watson mengemukakan dua prinsip penting yaitu :
1)
Prinsip kebaruan (Recency principle)
2)
Prinsip frekuensi (Frequency principle)
4. Teori Kesegaraan
dari Guthrie
Teori
kesegeraan atau kedekatan (temporal contiguity atau contiguous
conditionong) diperkenalkan oleh E. R. Guthrie. Menurutnya kesegeraan
hubungan diantara satu gabungan stimulus - respons akan memperbesar
kemungkinan berulangnya pola pasangan stimulus – respons ini.
Kesegeraan
merupakan kunci pembelajaran dalam teori ini dan bukannya penguatan. Guthrie
menekankan bahwa penguatan tidak lah begitu penting karena hanya
berfungsi sebagai satu faktor yang mencegah organisme mencoba respons yang
lain.
Dengan
kata lain, pembelajaran tidak langsung secara perlahan-lahan atau
berangsung-angsur, tetapi secara coba-tunggal (single-trial). Oleh
karena itu, latihan dan ulangan diperlukan untuk membiasakan stimulus baru
untuk membiasakan stimulus baru untuk menimbulkan respon yang dikehendaki.
5. Teori
Pembiasaan Operan dari Skinner
Teori ini
biasa jua disebut pembiasaan instrumental atau pembiasaan instrumental yang
diperkenalkan oleh B. F. Skinner seorang ahli psikologi Amerika yang dikenal
sebagai tokoh utama aliran neobehaviorisme karena sebenarnya teori ini
adalah bentuk baru dari behaviorisme.
Teori
tentang pembiasaan operan (operant cordiotioning) atau pembiasaan instrumental
(instrumental condioting) akan dijelaskan dengan percobaan terhadap seekor
tikus. Menurut Skinner yang paling penting yang harus diperhatikan adalah
hubungan antara stimulus dan respons yang langsung dapat diamati, jangan
memikirkan hubungan mental di antara keduanya karena hubungan-hubungan mental
itu tidak dapat diamati.
6. Teori
pengurangan Dorongan dari Hull
Teori ini
termasuk kelompok teori S-R , diperkenalkan oleh Clark Hull (1952) yang
dibentuk berdasarkan teori Pavlov. Teori ini memiliki empat peringkat
pembelajaran:
1.
Peringkat pertama berupa variabel bebas yang dapat
berdiri sendiri
2.
Peringkkat
kedua dan ketiga berupa variabel penengah
3.
Peringkat
keempat berupa variabel tidak bebas (tidak berdiri sendiri)
Teori
ini mempunyai tujuan utama untuk memprediksi perilaku dan mendeskripsikan
perilaku itu. Menurut Hull pembelajaran itu bergantung pada pengukuhan utama
dan pengukuhan kedua; meskipun kekuatan suatu respons pada peringkat dorongan
pada saat tertentu. Yang penting mengenai teori Hull ini adalah peningkatannya
sedikit kearah penerimaan yakni adanya sesuatu yang menengahi di antara
rangsangan (stimulus) dan gerak bebas (respons), yaitu dorongan atau ketegangan
yang timbul karena tercapainya suatu tujuan tertentu.
7. Teori
Mediasi dari Osgood
Teori
mediasi atau menengah yang termasuk kelompok teori S – R , diperkenalkan oleh
Osgood (1953, 1962). Teori ini telah meritis lahirnya teori-teori kognitif,
karena mengakui adanya faktor mediasi
atau penengah di antara rangsangan (stimulus) dan gerak bebas (respons). Osgood
juga telah proses pemerolehan semantik (makna) berdasarkan teori mediasi atau penengah
ini.
Osgood
(1976) mengakui bahwa teorinya tentang perilaku mengenai makna didasarkan pada
teori pembelajaran Hull. Menurut teori perilaku Osgood ini, semua sign
baik dalam lingistik ataupun bukan, bergantung pada proses-proses mediasi
pelambang atau penengah pelambang.
8. Teori Dua
Faktor dari Mouwer
Secara
lengkap tori ini bernama teori dua faktor yang disempurnakan (revised two
factor theory). Teori ini yang masih termasuk golongan teori S – R
diperkenalkan oleh D. Hobart Mouwer (1960). Teori yang disebut teiri dua faktor
yng disempurnakan, karena menurut Mouwer ada dua jenis pengukuhan, padahal pada
teori sebelumnya hanya menganggap ada satu jenis pengukuhan. Kedua jenis pengukuhan
ini menurut Mouwer adalah pengukuhan bertambah (incremental reinforcement)
dan pengukuhan berkurang (decremental reinforcement).
Menurut
teori Mouwer ini, perasaan takut dan perasaan mengharapkan sesuatu, begitu juga
dengan perasaan lega dan kecewa, merupakan reaksi-reaksi penengah atau mediasi
yang telah dilazimkan terhadap rangsangan yang berhubungan dengan suatu gerak
balas (respons) yang membangkitkan ganjaran atau hukuman. Mouwer yakin betul
bahwa pembiasaan emosi pengharapan dan emosi ketakutan merupakan kunci proses
pembelajaran.
Teori Mouwer ini sebenarnya masih
lebih cendrung kepada behaviorisme karena emosi-emosi itu harus terlebih dahulu
dibiasakan terhadap rangsangan lingkungan sebelum mendapat kekuatan sendiri
untuk membangkitkan reaksi. Teori Mouwer ini telah lebih maju sedikit daripada
behaviorisme Watsory karena mengakui adanya proses mediasi atau penengah. Oleh
karena itu, teori ini termasuk dalam neobehaviorisme bersama Osgood.
G. TEORI-TEORI KOGNITIF
1. Teori Behaviorisme Purposif Dari Tolman
Teori
pembelajaran menurut hubungan S-R mengajarkan bahwa pembelajaran bergantung
pada pengukuhan yang bermaksud bahwa apabila sesuatu perilaku atau gerak balas
itu akan menjadi “milik” tetap atau bagian yang tetap dari keseluruhan perilaku
seseorang. Sebaliknya, teori Gastalt mengajarkan bahwa pembelajaran bergantung
pada insign (pemahaman, wawasan), yaitu persepsi dari hubungan-hubungan antara
benda-benda, konsep-konsep, kajian-kajian, atau apa saja.
Teori
behaviorisme purposif yang diperkenalkan oleh Tolman mengajarkan bahwa apabila
suatu rangsangan tertentu menimbulkan respons tertentu, maka akan kita lihat
rangsangan itu dalam perpektif yang baru.
Selain
memusatkan perhatian yang baru kepada rangsangan dan respons-luar, teori
behaiorisme porposif juga memasukkan konsep kognisi ke dalam sistemnya, dan
melihat perilaku secara keseluruhan, tidak dari satu bagian kecil tertentu.
2.
Teori Medan
Gestalt Dari Wertheimer
Kata Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang
secara harfiah berani “keseluruhan”. Dalam kaitannya dengan teori psikologi di
sini berarti bahwa dalam pengamatan, pikiran tidaklah membentuk pengamatan keseluruhan
dari bagian-bagian kecil benda yang diamati itu, melainkan terlebih dahulu
belihat benda itu secara keseluruhan, barula kemudian bagian-bagian kecilnya.
Psikologi gestalt ini sebenarnya merupakan salah satu bagian yang penting dari
kelompok yang lebih besar, yakni kelompok psikologo kognitif.
Dalam
sejarahnya teori gestalt muncul sebagai reaksi laras terhadap prinsip-prinsip trial and error yang dilakukan Thorndike
dan para pengikutnya. Dalam percobaan-percobaan trial and error ini, Thorndike menghilangkan sama sekali prinsip
kesadaran dari teori pembelajarannya, dan hal ini dianggap oleh gestalt sebagai
salah satu kesalahan besar.
Menurut
Wertheimer teori pembelajaran hanya mungkin mempunyai makna jika kesadaran
diikutsertakan sebagai satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari persepsi dan
pembelajaran.
Jadi,
karangka persepsi teori Gestalt ditentukan oleh proses perkembangan yang khas
hanya dimiliki manusia. Oleh karena
itu, penghilangan unsur kesadaran dalam pembelajaran tidak dapat
diterima sama sekali oleh teori ini.
3.
Teori Medan
Dari Lewin
Teori medan
(field theory) diperkenalkan oleh Kurt Lewin. Dalam perkembangan teori ini,
Lewin menggunakan konsep ilmu fisika yang disebut medan dinamik (dynamic field)
seperti medan maknet, yakni semua partikal berinteraksi satu sama lain, dan
setiap partikal dipengaruhi oleh kekuatan yang ditentukan oleh medan maknetik
pada satu waktu tertentu.
Dalam hal
ini, Lewin telah mengembangkan satu konsep penting dalam teorinya yang hampir
sama dengan teori medan Gestalt, yakni konsep “ruang penghidupan” dimana setiap
perilaku berlangsung. Menurut Lewin ruang penghidupan seseorang terdiri dari:
1) Diri
sendiri, keperluan utama sendiri, keperluan diri pada suatu saat tertentu,
maksud dan rencana tertentu.
2) Lingkungan
perilaku orang lain, lingkungan fisik, lingkungan sosial, lingkungan konsepsi
sebagai yang ditanggapinya dalam hubungannya dengan keperluan-keperluan dan
maksudnya.
Hal-hal yang
terdapat di atas dapat dilihat adanya tiga buah konsep penting dari teori
Lewin, yaitu tujuan, pengamatan atau persepsi, dan motivasi untuk mencapai
tujuan.
4. Teori Perkembangan Kognitif Dari Piaget
Sinclair-de-
Zwart (1969) menyatakan bahwa kebenarannya Piaget belum pernah memperkenalkan
secara eksplisit suatu teori pemerolehan (akuisisi) dan pembelajaran bahasa.
Untuk
memperkenalkan teori perkembangan kognitif, Piaget terlebih dahulu menjelaskan
apa yang dimaksud dengan kecerdasan. Menurut Piaget kecerdasan adalah satu
bentuk keseimbangan atau penyeimbangan kearah mana semua fungsi kognitif
bergerak. Penyeimbangan ini tidak berlaku secara tepat dan otomatis seperti
yang dirumuskan oleh teori Geslalt, melainkan merupakan suatu “imbuhan” untuk
satu gangguan luar.
Jadi,
menurut Piaget pengkajian peringkat-peringkat perkembangan kecerdasan pada
mulanya merupakan pengkajian pembentukan struktur operasi-operasi kecerdasan
ini. Piaget telah mendefisikan setiap peringkat sebagai satu struktur dari satu
keseluruhan, setiap peringkat dapat diintegrasikan ke dalam peringkat-
peringkat lain, dan setiap peringkat telah disiapkan oleh peringkat sebelumnya.
Menurut Piaget ada empat buah peringkat dalam perkembangan kecerdasan, keempat
peringkat atau tahap itu adala sebagai berikut.
1) Tagap
deria-motor (sensory motor), yang muncul sebelum perkembangan dimulai pada.
Pada tahap ini kecerdasan telah mempunyai struktur yang didasarkan pada aksi
dan gerakan-gerakan serta pengamatan tanpa bahasa.
2) Tahap
praoperasi, yaitu tahap sebelum operasi yang sebenarnya, terjadi antara umur
dua tahun sampai tuju tahun. Kanak-kanak pada usia antara satu atau dua tahun
mengalami munculnya satu peristiwa yang disebut fungsi simbolik, kemunculan
fungsi simbolik ini menanai dimulainya tahap praoperasi.
3) Tahap
operasi konkret, yaitu operasi sebenarnya mengenai objek-objek kenkret antara
umur tuju sampai dua belas tahun. Pada tahap ini kanak-kanak telah mempu
melihat atau memahami kelas-kelas yang logis dan hubungan-hubungan yang logis
antara benda-benda, termasuk nomor-nomor.
4) Tahap
operasi formal, yaitu tahap operasi proposisi setelah berumur dua belas tahun.
Pada tahap ini kanak-kanak telah mampu berpikir berdasarkan proposisi atau
hipotesis, dan tidak lagi berdasarkan benda-benda konkret seperti pada tahap
sebelumnya.
Piaget
berpendapat bahwa pemerolehan bahasa merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari perkembangan kognitif secara keseluruhan, dan khususnya sebagai bagian
dari karangka fungsi simbolik. Dengan kata lain, bagi Piaget bahasa merupakan
hasil dari perkembangan intelek secara keseluruhan dan sebagai lanjutan pada
pola-pola perilaku yang sederhana.
5.
Teori
Genetik Kognitif Daru Chomsky
Chomsky
(1959), dengan keras menentang teori pembiasaan operan dalam pemerolehan bahasa
yang dikemukakan Skinner. Menurut Chomsky tidaklah ada gunanya sama sekali
untuk menjelaskan proses pemerolehan bahasa tanpa mengetahui dengan baik apa
sebenarnya bahasa sebagai benda yang sedang diperoleh itu.
Teori
genetik-kognetif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut hipotesis
nurani (the innateness hypothsist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak manusia
dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa, untuk itu otak manusia telah
dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebur language acquisition device (LAD).
Chomsky
berpendapat tidak mungkin seorang kanak-kanak mampuh menguasai bahasa ibunya
dengan begitu mudah, yaitu tanpa diajar dan begitu cepat dengan masukan yang
sedikit ( kalimat-kalimat yang tidak lengkap, berputus-putus, salah, dan
sebagainya) tanpa adanya struktur universal atau LAD itu di dalam otaknya
secara genetik.
H. PERKEMBANGAN
BAHASA ANAK
1.
Teori Perkembangan Bahasa Anak
Dalam hal ini ada tiga pandangan
atau teori dalam perkembangan bahasa anak.. Dua pandangan yang kontroversial
dikemukakan oleh pakar dari Amerika, yaitu pandangan nativisme yang
berpendapat bahwa penguasaan bahasa pada kanak-kanak bersifat alamiah (nature).
Dan pandangan behaviorisme yang berpendapat bahawa penguasaan bahasa
pada kanak-kanak bersifat “suapan” (nature). Pandangan ketiga muncul di
Eropa dari Jean Piaget yang berpendapat bahwa penguasaan bahasa adalah
kemampuan yang berasal dari pematangan kognitif, sehingga pandangannya disebut
kognitivisme.
a. Pandangan
Nativisme
Nativisme berpendapat bahawa selama
proses pemerolehan bahasa pertama, kanak-kanak (manusia) sedikit demi sedikit
membuka kemampuan lingualnya yang secara genetis telah diprogramkan. Pandangan
ini tidak mengangggap lingkungan punya pengaruh dalam pemerolehan bahasa,
melainkan mengganggap bahwa bahasa merupakan biologis, sejalan dengan yang
disebut “hipotesis pemberian alam”. Kaum nativis berpendapat bahwa bahasa
itu terlalu kompleks dan rumit, sehingga mustahil dapat dipelajari dalam waktu
singkat melalui metode seperti “peniruan” (imitation). Jadi, pasti ada
beberapa aspek penting mengenai system bahasa yang sudah ada pada manusia
secara alamiah.
Menurut Chomsky (1965, 1975) bahasa hanya
dapat dikuasai oleh manusia, Binatang tidak mungkin dapat menguasai bahasa
manusia. Pendapat ini didasarkan pada asumsi. Pertama, perilaku bahasa
adalah sesuattu yang diturunkan (genetik); pola perkembangan bahasa adalah sama
pada semua macam bahasa dan budaya (merupakan sesuatu yang universal); dan
lingkungan hanya memiliki peran kecil di dalan proses pematangan bahasa. Kedua,
bahasa dapat dikuasai dalam waktu singkat, anak berusia empat tahun sudah
dapat berbicara mirip dengan orang dewasa. Ketiga, lingkungan bahasa si
anak tidak dapat menyediakan data secukupnya bagi penguasaan tata bahasa yang
rumit dari orang dewasa.
Menurut Chomsky, seorang anak dibekali
“alat pemerolehan bahasa” (language acquisition device (LAD). Alat yang
merupakan pemberian biologis yang sudah diprogramkan untuk merinci butir-butir
yang mungkin dari suatu tat bahasa, dan dianggap sebagai bagian fisiologis dari
otak yang khususuntuk memproses bahasa, yang tidak punya kaitannya dengan
kemempuan kognitif lainnya.
b. Pandangan
Behaviorisme
Kaum behaviorisme menerangkan bahwa
proses pemerolehan bahasa pertama dikendalikan dari luar diri si anak, yaitu
oleh rangsangan yang diberikan melalui lingkungan. Istilah bahasa bagi
kaum behaviorisme dianggap kurang tepat karenan istilah bahasa itu menyiaratkan
suatu wujud, sesuatu yang dimiliki atau digunakan, dan bukan sesuatu yang
dilakukan. Padahal bahasa itu merupakan salah satu perilaku, di antara
perilaku-perilaku manusia lainnya.
Menurut kaum behaviorisme kemempuan
berbicara dan memehami bahasa oleh anak diperoleh melalui rangsangan dari
lingkungannya. Anak dianggap sebagai penerima pasif dari tekanan lingkungannya,
tidak memiliki peranan yang aktif di dalam proses perkembangan perilaku
verbalnya. Bahkan kaum behaviorisme tidak mengakui kematangan anak dalam
pemerolehan bahasa. Kaum behaviorisme tidak mengakui pandangan bahwa anak
menguasai kaidah bahasa dan memiliki kemempuan untuk mengabstrakkan cirri-ciri
penting dari bahasa di lingkungannya. Mereka berbendapat rangsangan (stimulus)
dari lingkungan tertentu memperkuat kemempuan berbahasa anak. Perkembangan bahasa
mereka pandang sebagai suatu kemajuan dari pengungkapan verbal yang berlaku
secara acak sampai kemampuan yang sebenarnya untuk berkomunikasi memalui
prinsip pertalian S – P (stimulus – respon) dan proses peniruan-peniruan.
c.
Pandangan Kognitivisme
Jean Piaget (1945)
menyatakan bahwa bahasa itu bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah,
melainkan salah satu diantara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan
kognitif. Bahasa distukturi oleh nalar, maka perkembangan bahasa harus
berlandas pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi.
Chomsky berpendapat bahasa
tidak berpengaruh besar pada proses pematangan bahasa, maka Pieget berpendapat
bahwa lingkungan juga tidak berpengaruh besar terhadap perkembangan intektual
anak. Perubahan atau perkembangan intelektual anak sangat bergantung pada
keterlibatan anak secara aktif dengan lingkungannya.
2. Perkembangan
Montorik
Montorik
berarti gerak. Dua kemampuan bergerak yang paling banyak diperhatikan para
pakar adalah berjalan dan penggunaan tangan sebagai alat (Morgan, 1986).
Berbagai kajian terhadap anak-anak yang kemempuan geraknya terbatas pada
bulan-bulan pertama dalam hidupnya menunjukan bukti bahwa kekurangan latihan
tidak mengubah urutan kejadian yang mengarah ke berjalan. Kalau latihan
“berjalan” diperkaya, diberi porsi lebih, mungkin kemampuan berjalan dapat
diperoleh lebih dini; tetapi urutan kemampuan tidak berubah (Morgan, 1986).
Perkembangan montorik merupakan perkembangan bayi sejak lahir yang paling
tampak.
3. Perkembangan
Kognitif
Istilah
kognitif berkaitan dengan peristiwa mental yang terlibat dalam proses
pengenalan tentang dunia, yang sedikit banyak melibatkan pikiran atau berpikir.
Oleh karena itu, secara umum kata kognisi bias dianggap bersinonim
dengan kata berpikir atau pikiran.
Piaget menyatakan adnya beberapa
tahap dalam perkembangan kognitif anak, tahap itu adalah sebagai berikut.
a.
Tahap sensomontorik
Tahap ini merupakan tahap
pertama dalam perkembangan kognisi anak dan berlangsung pada sebagaian dari dua
tahun pertama dalam kehidupannya, lalu pada tahun kedua muncul koordiansi dari
kedua kemampuan awal ini. Pada akhirnya periode sensorik bayi dapat
berpikir tentang dunia, yaitu yang berhungan dengan pengalaman-pengalaman dan
tindakan-tindakan yang sederhana
b.
Tahap Praoperasional
Pada tahap ini cara
“berfikir” anak-anak masih didominasi oleh cara bagaimana hal-hal atau
benda-benda itu tampak. Cara berfikirnya masih kurang operasional.
c.
Tahap Operasional Konkret
Pada tahap ini anak-anak
telah memahami konsep konvensi. Tahap ini dilalui anak yang berusia sekitar
tujuh sampai dengan menjelang sebelas tahun.
d.
Tahap Operasional Formal
Pada tahap ini dilalui anak
setelah anak berusia 11 tahun ke atas, anak-anak sudah berfikir logis seperti
halnya dengan orang dewasa. Mereka merumuskan dan mengetes hipitesis-hipotesis
yang rumit mereka berfikir abstrak dan mereka menggeneralisasikan dengan
menggunakan konsep yang abstrak, dari satu situasi ke situasi yang lain
(Morgan, 1986).
4. Perkembangan
Sosial dan Komunikasi
Sesungguhnya
semenjak lahir bayi sudah “disetel” secara biologis untuk berkomunikasi, dia
akan tanggap terhadap kejadian yang di timbulkan oleh orang yang disekitarnya
(terutama ibunya). Kurang lebih 70 % dari waktu Ibu menyususi, sang Ibu
mendapingi bayinya dalam jarak 20 cm. Oleh karena itu, bayi akan membalas
tatapan ibunya dengan melihat mata sang Ibu yang menarik perhatiannya. Kemudian
bayi juga belajar bahwa sewaktu terjadi saling tatap mata beratti ada
komunikasi, antara bayi dan ibunya.
Bayi memang sudah
terlibat secara aktif dalam proses interaksif dengan ibunya tak lama setelah di
lahirkan. Dia menenggapi suara dan gerak-gerik ibunya, serta mengamati wajah
ibunya. Pada minggu pertama kehidupan dia sudah menirukan kegiatan menggerakan
tangan, menjulurkan lidah dan membuka mata. Menjelang usia satu bulan dia mulai
menirukan tinggi rendah dan panjang pendek suara ibu.nya.
Pada usia 2 minggu dia
sudah biasa membedakan wajah ibunya dari wajah orang lain. Pada usia 3 minggu
senyum bayi sedah dapat disebut “senyum social”, sebab seyum itu diberikan
sebagai rekasi social terhadap rangasangan (berupa wajah/suara ibu) dari luar.
Pada bulan kedua bayi
semakin sering “berdekut” (cooing) bunyi seperti bunyi burung merpati.
Bayi berdekut jika dia berada dalam keadaan senang, misalnya karena ada yang
menemani, mengajak berbicara, mengajak bermain dan sebagainya.
Menjelang usia lima
bulan, bayi mulai menirukan suara dan gerak gerik orang dewasa secara sengaja,
sehingga semakin meningkatlah perbendaharaan ekspresi wajah. Lalu pada usia
lima bulan dia dapat bersuara dengan sikap yang menunjukkan raa senang, rasa
tidak senang dan rasa ingin tahu.
Pada usia enam bulan
terjadi pergeseran minat, dia lebih tertarik pada benda dari pada manusia. Maka
sejak saat itu, iteraksi menjadi tiga serangkai; bayi, ibu dan benda-benda.
Antara usia tujuh
sampai dua belas bulan anak mulai lebih memegang kendali di dalam interaksi
dengan ibunya. Anak belajar menyatakan keinginannya atau kehendak secara lebih
jelas dan lebih efektif.
5. Perkembangan
Bahasa
Bayi beru
lahir sampai usia satu tahun lazim disebut dengan istilah infant artinya tidak
mampu berbicara. Istilah ini memang tepat kalau dikaitkan dengan kemempuan
berbicara. Perkembangan bahasa bayi dapat dibagi dua yaitu; tahap perkembangan
artikulasi, dan 2) tahap perkembangan kata dan kalimat (Poerwo, 1989).
a.
Tahap Perkembangan Artikulasi
Tahap ini dilalui bayi
antara sejak lahir kira-kira berusia 14 bulan. Usaha kea rah “menghasilakan”
bunyi-bunyi itu sudah mulai pada minggu-minggu sejak kelahiran bayi tersebut.
Perkembangan menghasilkan bunyi ini disebut perkembangan artikulasi, dilalui
seorang bayi melalui rangkaian tapap sebagai berikut.
1)
Bunyi Resonansi
Penghasilan
bunyi, yang terjadi dalam rongga mulut, tidak terlepas dari kegiatan dan
perkembangan montorik bayi pada bagian rongga mulut. Baunyi yang paling umum
yang dapat dibuat bayi adalah bunyi tangis karena merasa tidak enak atau merasa
lapar dan bunyi-bunyi sebagai batuk, bersin, dan sedawa. Disamping itu,
ada pula bunyi bukan tangis yang disebut bunyi “kuasi resonansi, bunyi ini
belum ada konsonannya dan vokalnya belum sepenuhnya mengandung resonansi.
2)
Bunyi berdekut
Mendekati
usia dua bulan bayi telah mengembangan kendali otot mulut untuk memulai dan
mengentikan gerakan secara mantap. Pada tahap ini suara tawa dan suara berdekut
(cooking) telah terdengar. Bunyi berdekut ini agak mirip dengan bunyi [ooo]
pada burung merpati. Bunyi yang dihasilkan adalah bunyi konsonan belakang dan
tengah dengan vocal belakang, tetapi dengan resonansi penuh. Bunyi konsonannya
mirip dengan bunyi [s] dan bunyi hampat velar yang mirip dengan bunyi [k] dan
[g].
3)
Bunyi Berleter
Berleter
adalah mengelurkan bunyi yang terus menerus tanpa tujuan. Berleter ini biasanya
dilakukan oleh bayi yang berusia antara empat sampai enam bulan.
4)
Bunyi Berleter Ulang
Tahap ini
dilalui si anak berusia antara enam sampai sepuluh bulan. Konsonan yang
mula-mula dapat diucapkan adalah bunyi labial [p] dan [b], bunyi letup
alveolarm [t] dan [d], bunyi nasal [j]. Yang paling umum terdengar adalah bunyi
suku kata yang merupakan rangkaian konsonan dan vocal seperti “ba-ba-ba” atau
“ma-ma-ma”.
5)
Bunyi vakabel
Vakabel
adalah bunyi yang hamper menyerupai kata, tetapi tidak mempunyai arti dan bukan
merupkan tiruan orang dewasa. Vokabel ini dapat dihasilkan oleh sang anak
antara usia 11 sampai 14 bulan.
b.
Tahap Perkembangan Kata dan Kalimat
Kemampuan bervakabel
dilanjutkan dengan kemampuan mengucapkan kata, lalu mengucapkan kalimat
sederhana, dan kalimat yang lebih sempurna.
1) Kata Pertama
Kemampuan
mengucapkab kata pertama sangat ditentukan oleh penguasaan artikulasi, dan oleh
kemampuabn mengaitkan kata dengan benda yang menjadi rujukkan (de Vilers, 1097
dalam Purwo, 1989). Pada tahap ini anak cenderung menyederhanakan pengecapannya
yang dilakukan secara sistematis.
2) Kalimat Satu
Kata
Kata pertama
yang berhasil diucapkan anak akan disusul oleh kata kedua, ketiga, keempay dan
seterusnya. Kalimat satu kata yang lazim disebut ucapan holofrasis.
3) Kalimat Dua
kata
Yang
dimaksud dengan kalimat dua kata adalah kalimat yang hanya terdiri dari dua
buah kata, sebagai kelanjutan dari kalimat satu kata.
4) Kalimat
Lebih lanjut
Pernguasaan
kalimat dua kata mencapai tahap tertentu, maka berkembanglah penyusunan kalimat
yang terdiri dari tiga buah kata.
c.
Tahap Menjelang Sekolah
Yang dimaksud dengan menjelang
Sekolah di sini adalah menjelang masuk sekolah dasr, yaitu pada waktu mereka
berusia antara lima sampai enam tahun. Pendidikan di taman kanak-kanak (TK),
apalagi kelompok bermain (playgrop) belum dapat dianggap sebagai
sekolah, sebab sifatnya hanya menolong anak untuk siap memesuki pendidikan
dasar. Ketika memasuski taman kanak-kanak anak sudah menguasai hampir semua
kaidah dasr gramatikal bahanya. Dia sudah dapat membuat kalimat berita, kalimat
Tanya, dan sejumlah konstuksi lain. Anak pada prasekolah ini telah mempelajari
hal-hal yang di luar kosakata dan tata bahasa. Merka sudah dapat menggunakan
bahasa dalam konteks social yang bermacam-macam
.
I. PEMBELAJARAN BAHASA
1. Dua Tipe Pembelajaran Bahasa
Ellis (1986:215) menyebutkan adanya tipe pembelajaran bahasa
yaitu:
a.
Tipe Naturalistik
Tipe naturalisti ini Bersifat alamiah, tanpa guru dan tanpa kesengajaan. Pembelajaran
berlangsung di dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam masyarat bilingual atau
multilingual tipe naturalistik banyak dijumpai.
b. Tope Formal
Bersifa formal ini
berlangsung di dalam kelas dengan guru, materi, dan alat-alat bantu belajar
yang sudah di persiapkan. Seharusnya hasil yang diperoleh di dalam kelas ini
jauh lebih baik daripada hasil secara naturalistik. Namun, kenyataan di negeri
kita yang bisa kita saksikan hingga sekarang hasil pembelajaran bahasa sangat
tidak menggembirakan.
2. Sejarah Pembelajaran Bahasa
Kapan dimulai adanya pembelajaran bahasa tidak di ketahui dengan pasti.
Yang jelas adanya pembelajaran bahasa ini adalah sejak adanya interaksi antara
dua masyarakat atau lebih yang memiliki bahasa yang berbeda. Menurut Nurhadi
(1990) dalam sejarah perkembangannya ada beberapa tahap penting yang dapat
diamati sejak 1880 samapi dasawarsa 80-an, yaitu sebagai berikut.
1)
Periode antara 1880-1920. Pada tahap ini
terjadi rekonstruksi bentuk-bentukmetode langsung yangpernah di gunakan atau di
kembangkan pada zaman yunani dulu.
2)
periode antara tahun1920-1940. Pada masa
ini di amerika dan kanada terbentuk forumbelajar bahasa asing yang dikemudian
menghasilkan metode-metodeyang bersifat kompromi.
3)
periode antara 1940-1970. Yang kemunculanya di latar belakangi oleh situasi
peperangan (perang dunia II), dimana orang berikhtiar mencari metode belajar
bahasa asing yang peling cepat dan efesien untuk dapat berkomunikasidengan
pihak-pihak yang bertikai. Pada tahap ini secara teori di bagi tiga periode,
yaitu 1940-1950, periode 1950-1960, dan periode 1960-1970.
3. Hipotesis-Hipotesis Pembelajaran Bahasa
a.
Hipotesis kesamaan Antara B1 dan B2
Hipotesis
ini menyatakan adanya kesamaan dalam proses belajar B1 dan belajar B2. Kesamaan
ini terletak pada urutan pemerolehan struktur bahasa, seperti modus interogasi,
negasi, dan morfem-morfem gramatikal, dan hipotesis ini menyatakan bahwa
unsur-unsur bahasa diperoleh dengan urutan-uratan yang diramalkan.
b.
Hipotesis Kontrastif
Hipotesis
ini dikembangkan oleh Charles Fries (1945) dan Robert Lado (1957). Hipotesis
ini menyatakan bahwa kesalahan yang dibuat dalam belajar B2 adalah karena
adanya perbedaan antara B1 dan B2.
Hipotesis
kontrastif ini juga menyatakan bahwa seorang pembelajar bahasa kedua seringkali
melakukan tranfer B1 kedalam B2 dalam menyampaikan suatu gagasan. Tranfer ini
dapat terjadi pada semua tingkat kebahasaan, baik itu tata bunyi, tata bentuk
kata, tata kalimat , maupun tata kata (leksikon).
c.
Hipotesis Krashen
Berkenan dengan proses pemerolehan bahasa, Stephen Krashen sembilan buah
hipotesis yang saling berkaitan. Kesembila hipotesis ini adalah:
1) Hipotesis Pemerolehan dan Belajar
Menurut
hipotesis ini dalam penguasaan suatu bahasa perlu dibedakan adanya pemerolehan (acquiston) dan belajar (learning). Pemerolehan (acquiston) adalah penguasaan suatu
bahasa melalui cara bahwa sadar alamiah dan terjadi tanpa kehendak yang
terancam, proses pemerolehan tidak melalui usaha belajar yang formal atau
eksplisit. Sebaliknya, belajar (learning)
adalah usaha sadar untuk secara formal dan eksplisit menguasai bahasa yang
dipelajari, terutama ynag berkenan dengan kaidah-kaidah bahasa.
2) Hipotesis Urutan Alamiah
Hipotesis
ini menyatakan bahwa dalam pemerolehan bahasa kanak-kanak memperoleh
unsur-unsur bahasa menurut urutan tertentu yang dapat diprediksikan.
3) Hipotesis Monotor
Hipotesis
ini menyatakan adanya hubungan antara proses sadar dalam pemerolehan bahasa.
Proses sadar menghasilkan hasil belajar dan proses bawah sadar menghasilkan
pemerolehan.
4) Hipotesis Masukan
Hipotesis
ini menyatakan bahwa seorang menguasai mahasa melalui masukan (input) yang dapat dipahami yaitu dengan
measukan perhatian pada pesan atau isi, dan bukannya pada bentuk. Hipotesis ini
juga menyatakan bahwa kegiatan mendengarkan untuk memahami isi wacana sangat
penting dalam proses pemerolehan bahasa. Dan penguasaan bahasa secara aktif
akan datang pada waktunya nanti
5) Hipotesis Afektif (Sikap)
Hipotesis
ini menyatakan bahwa orang dengan kepribadian dan motivasi tertentu dapat
memperoleh bahasa kedua dengan lebih baik dibandingkan orang dengan kepribadian
dan sikap yang lain.
6) Hipotesis Pembawaan (Bakat)
Hipotesis
ini menyatakan bahwa bakat bahasa mempunyai hubungan yang jelas dengan
pemerolehan bahasa kedua. Krashen menyatakan bahwa sikap secara langsung
berhubungan dengan pemerolehan bahasa kedua, sedangkat bakat berhubungan dengan
belajar.a
7) Hipotesis Filter Afektif
Hipotesis
ini menyatakan bahwa sebuah filter yang bersifat afektif dapat menahan masukan
sehingga seseorang tidak atau kurang berhasil dalam usahanya untuk memperoleh
bahasa kedua.
8) Hipotesis Bahasa Pertama
Hipotesis
ini menyatakan bahwa bahasa pertama anak akan dihunakan untuk mengawali ucapan
dalam bahasa kedua, sebagai penguasaan bahasa kedua belum tampak.
9) Hipotesis Variasi Individual Penggunaan
Monitor
Hipotesis
ini berkaitan dengan hipotesis ketiga (hipotesis monitor), menyatakan bahwa
cara seseorang monitor penggunaan bahasa yang dipelajari tenyata bervariasi.
Ada yang terus-menerus menggunakannya secara sistematis, tetapi ada pula yang
tidak perna menggunakannya.
d.
Hipotesis Bahasa-Antara
Bahasa
antara adalah bahasa atau ujaran yang digunakan seseorang yang sedang belajar
bahasa kedua pasa satu tahap tertentu, sewaktu dia belum dapat menuasai dengan
baik dan sempurna bahasa kedua itu. Bahasa ini bersifat khas dan mempunya
karakteristik tersendiri yang tidak sama dengan bahasa pertama dan bahasa
kedua.
e.
Hipotesis Pijinisasi
Hipotesis
ini menyatakan bahwa dalam proses belajar bahasa kedua, bisa saja selain
terbentuknya bahasa antara terbentuk juga yang disebut bahasa pijin, yakni sejenis bahasa yang
digunakan oleh satu kelompok masyarakat dalam wilaya tertentu yang berada di
dalam dua bahasa tertentu.
4. Faktor-faktor Penentu Dalam Pembelajaran Bahasa Kedua
a.
Faktor Motivasi
Dalam kaitanya dengan pembelajaran
bahasa kedua, motivasi itu mempunyai dua fungsi, yaitu:
1) Fungsi
integratif
Motivasi yang berfungsi integratif ini berfungsi kalau
motivasi itu mendorong seseorang untuk mempelajari suatu bahasa karena adanya
keinginan untuk berkomunikasi dengan masyarakat penutur bahasa itu atau menjadi
anggota masyarakat bahasa tersebut.
2) Fungsi
instrumental
Motifasi
yang berfungsi instrumental ini, kalau motivasi itu
mendorong sesorang untuk memiliki kemauan untuk mempelajari bahasa kedua itu
karena tujuan yang bermanfaat atau karena dorongan ingin memperolehsatu
pekerjaan atau mobilitas sosial pada lapisan atas masyarakat tersebut (Gardner
dan Lambert, 1972: 3).
b.
Faktor Usia
Faktor usia ini dapat simpulkan
bahwa faktor umur, yang tidak di pisahkam dari faktor lain, adalah faktor yang
berpengaruh dalam pembelajaran bahasa kedua. Perbedaan umur mempengaruhi
kecepatan dan keberhasilan belajar bahasa kedua pada aspek fonologi, morfologi,
morfologi dan sintaksis, tetapi tidak berpengaruh dalam pemerolehan urutanya.
c.
Faktor Penyajian Formal
Pembelajaran atau penyajian
pembelajaran bahasa secara formal tentu memiliki pengaruh terhadap kecepatan
dan keberhasilan dalam memperoleh bahasa kedua karena berbagai faktor dan
variabel telah di siapkan dan diadakan dengan sengaja. Demikian juga keadaan
lingkungan pembelajaran bahasa kedua secara formal di dalam kelas sangat
berbeda dengan lingkungan pembelajaran bahasa kedua secara naturalistik atau
alami.
d.
Faktor Bahasa Pertama
Melalui analisis kontrasif
akan dapat di ketahui tingkat kesamaan dan perbedaan antara bahasa pertama dan
bahasa kedua. Lalu dengan mengetahui tingkat kesamaan dan perbedaan ini kita
dapat menentukan strategi pembelajaran yang paling tepet untuk digunakan
(Dulay, 1982: 96). Dari analisis kontrasif dapat di ketahui bahwa bahasa
pertama memiliki pengaruh terhadap proses penguasaan bahasa kedua. Mengetahui
keadaan lingustik bahasa pertama sangat penting bagi usaha menentukan strategi
pembelajaran bahasa kedua, sebab belajar bahasa kedua tidak lain daripada
mentranfer bahasa baru di atas bahasa yang sudah ada (Banathy, 1969: 80).
e.
Faktor Lingkungan
Dulay (1985: 14) menerangkan
bahwakualitas lingkungan bahasasangat penting bagi seorang pembelajar untuk
dapat berhasil dalam mempelajari bahasa baru (bahasa kedua) Yang dimaksud dalam
lingkungan bahasa adalah segala hal yang didengar dan dilihat oleh pembelajaran
sehubungan bahasa kedua yang dipelajari(Tjohjono, 1990). Lingkungan bahasa ini
dapat dibedakan atas beberapa bagian, yaitu lingkungan formal, dan lingkuangan
informal.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam pembelajaran psikolinguistik
ini kita telah membahas berbagai topik atau materi-meteri yang terdapat di
dalamnya, baik itu masala sejara lahirnya psikolinguistik, masala pemerolehan
bahasa, kerusakan bahasa, maupun teori-teori yang dikemukakan parah ahli yang
terdapat di dalam psikolinguistik.
Dalam pembahasan materi ini kita dapat menyimpulkan bawah pembelajaran psikolingustik terutama membahasan tentang permasalahan bahasa, sebagaimana kita ketahui bawah bahasa adalah salah satu alat komunikasi antara indviidu yang satu dan indviidu yang lainnya, bukan hanya itu saja bahasa juga merupakan suatu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa itu adalah milik manusia, bahasa selalu muncul dalam segala aspek dan kegiatan manusia.
Sebahaimana kita ketahui bahwa psikolinguistik mukan hanya membahas tentang pemerolehan atau kerusakan bahasa saja, tetepi juga merupakan ilmu yang membahas atau mengkaji sisi-sisi manusia, baik itu sifat atau perilaku manusia. Dalam hal ini kita dapat membahas teori-teori pembelajaran dalam psikologi khususnya teori pembelajaran stimulus-respons. Dalam teori stimulus-respons membahas delapan teori yang berkaitan dengan pembelajaran psikologi bahasa. Teori stimulus-respons ini memiliki dasar pandangan bahwa perilaku itu, termasuk perilaku berbahasa, bermula dengan adanya stimulus (rangsangan, aksi) yang segera menimbulkan respons, (reaksi, gerak balas). Teori ini dalam pembelajaran sangat bermanfaat untuk melihat bagaimana rangsangan siswa dan bagaimana reaksi siswa terhadap pembelajaran.
Dalam pembahasan materi ini kita dapat menyimpulkan bawah pembelajaran psikolingustik terutama membahasan tentang permasalahan bahasa, sebagaimana kita ketahui bawah bahasa adalah salah satu alat komunikasi antara indviidu yang satu dan indviidu yang lainnya, bukan hanya itu saja bahasa juga merupakan suatu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa itu adalah milik manusia, bahasa selalu muncul dalam segala aspek dan kegiatan manusia.
Sebahaimana kita ketahui bahwa psikolinguistik mukan hanya membahas tentang pemerolehan atau kerusakan bahasa saja, tetepi juga merupakan ilmu yang membahas atau mengkaji sisi-sisi manusia, baik itu sifat atau perilaku manusia. Dalam hal ini kita dapat membahas teori-teori pembelajaran dalam psikologi khususnya teori pembelajaran stimulus-respons. Dalam teori stimulus-respons membahas delapan teori yang berkaitan dengan pembelajaran psikologi bahasa. Teori stimulus-respons ini memiliki dasar pandangan bahwa perilaku itu, termasuk perilaku berbahasa, bermula dengan adanya stimulus (rangsangan, aksi) yang segera menimbulkan respons, (reaksi, gerak balas). Teori ini dalam pembelajaran sangat bermanfaat untuk melihat bagaimana rangsangan siswa dan bagaimana reaksi siswa terhadap pembelajaran.
B. Saran
Sebagai pelajar, baik itu siswa
maupun mahasiswa kita harus dapat mengetahui berbagai hal yang terdapat di
dalam psikolinguistik, baik itu pemerolehan bahasa, kerusakan bahasa dan
berbagai lainnya, supaya kita dapat melihat atau mengetahui bahaimana cara
memperoleh atau menggunakan bahasa dengan baik dan juga supaya kita dapat
mengindari timbulnya kerusakan bahasa, dan kitapun dapat menambah pengetahuan
sebagai bekal ketika hendak mengajar disekolah maupun di perguruan tinggi.
Semoga tugas yang membahas tentang
psikolinguistik ini bermanfaat serta dapat menambah wawasan penulis maupun
pembaca. Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari
kesempurnaan yang diharapkan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran guna membangun wawasa penulis dalam mengerjakan berbagai tugas, terutama
tugas psikolinguistik ini.
Komentar
Posting Komentar