HUBUNGAN BERBAHASA, BERPIKIR, DAN BERBUDAYA
Teori Wilhelm Von Humboldt berpandangan hidup dan budaya suatu masyarakat ditentukan oleh bahasa masyarakat itu sendiri.
Teori Sapir-Whorf. Menurut hipotesis Whorf  /hipotesis Sapir Whorf mengenai relativitas bahasa. Menurut hipotesis itu, bahasa-bahasa yang berbeda “membelah alam” ini dengan cara yang berbeda, sehingga tercipta salah satu relativitas sitem-sitem konsep yang tergantung pada bahasa-bahasa yang beragam itu.
Teori Jean Piaget. Sarjana Perancis ini berpendapat bahwa pikiranlah yang membentuk bahasa. Tanpa pikiran bahasa tidak akan ada, karena pikiran yang menentukan aspek-aspeksintaksis dan leksikon bahasa; bukan sebaliknya.
Teori L.S. Vygotsky. Sarjana bangsa Rusia ini berpendapat bahwa adanya satu tahap perkembangan bahasa sebelum adanya pikiran, dan adanya satu tahap perkembangan pikiran sebelum adanya bahasa.
Teori Noam Chomsky. Ia mengajukan teori klasik yaitu teori hipotesis nurani. Hipotesis nurani berpendapat bahwa sturuktur-sturuktur-dalam bahasa adalah sama, sturuktur bahasa – dalam  adalah nurani.
Teori Eric Lenneberg. Eric Lennerberg mengajukan teori yang disebut Teori Kemampuan Bahasa Khusus. Ia menyimpulkan banyak bukti yang menyatakan bahwa upaya manusia untuk berbahasa didasari oleh biologi yang khusus untuk manusia yang bersumber pada genetik tersendiri secara asal.
Teori Bruner. Bruner dengan teori yang disebut Teori Instrumentalisme  bahwa bahasa ada;lah alat pada manusia untuk mengembangkan dan menyempurnakan pemikiran itu.

Teori Prosodi-Akustik
  1. FONOLOGI
Teori prosodi akustik ini diperkenalkan oleh Waterson (1976) sesudah dia merasa tidak puas dengan pendekatan fonemik segmental yang dikatakannya tidak memberikan gambaran yang sebenarnya mengenai pemerolehan fonologi.
Pendekatan fonemik segmental menganggap bahwa kanak-kanak memperoleh fonologi berdasarkan fonem, sehingga banyak bahan fonetik yang berkaitan telah dikesampingkan. Karena kelemahan tersebut, maka Waterson (1971) menggunakan pendekatan nonsegmental, yaitu pendekatan prosodi, yang dianggapnya lebih berhasil. Pendekatan ini diperkuat dengan analisis akustik sebab analisis prosodi hanya melihat dari analisis artikulasi saja.
Waterson (1971) juga menemukan adanya hubungan akustik antara bentuk-bentuk ucapan kanak-kanak dengan fitur-fitur bentuk ucapan orang dewasa. Kanak-kanak hanya mengucapkan kembali bagian ucapan yang makan waktu lebih kurang 0,2 detik, dan bagian yang diucapkan kembali adalah elemen vocal dan konsonan yang mencapai artikulasi kuat.

B. MORFOLOGI
Waterson menyimpulkan bahwa prinsip-prinsip dasar pemerolehan morfologi anak-anak adalah sama,meskipun menggunakan strategi yang berlainan. Jika anak-anak mencoba mengucapkan dua suku kata,maka yang diucapkan adalah pengulangan daripada suku kata tunggal itu.

Teori Prosodi-Akustik
          Weterson (1971), menggunakan pendekatan non segmental, yaitu pendekatan prosodi yang dianggapnya lebih berasi. Pendekatan ini diperkuat dengan analisis akustik, sebab analisis prosodi hanya hanya melihat dari analisis artikulasi saja.
          Weterson (1970), berpendapat bahwa pemerolehan bahasa adalah satu proses sosial sehingga kejadiannya lebih tepat dilakukan di rumah dengan konteks sosial yang sebenarnya, daripada pengkajian data-data desperimen lebih-lebih untuk pemerolehan fonologi, menurutnya pemerolehan bahasa oleh kanak-kanakdimulai dari pemerolehan semantik dan fonologi kemudian baru ada pemerolehan sintaksis.













Aspek Perkembangan Pemerolehan Bahasa
            Semua anak menangis ketika lahir kecuali anak yang bisu sejak lahir. Tangisan anak dianggap sebagai bagian awal perkembangan bahasa karena tangisan memiliki makna, merupakan komunikasi yang bersifat instingtif yang berfungsi sebagai panggilan atau pemberitahuan.
            Tahap kedua dari perkembangan adalah mendengkur. Muncul rata-rata pada usia 6 minggu.diduga kegiatan ini melatih piranti alat ucap bayi.
            Pada akhir bulan kedua, bayi mulai tertawa dan membuat bunyi lembut berupa tanggapan (o..o..). Tanggapan ini merupakan permulaan dari pola giliran berbicara.
            Pada usia 5-6 bulan bayi mulai memasuki tahapan ketiga yaitu meraban. Fase yang disebut babbling atau ngoceh ini dimulai dengan pelafalan bunyi vokoid, lalu vokoid dan kontoid secara serentak. Ditemukan juga fase glottal pada awal fase ini. Meraban berwujud pengulangan-pengulangan. Meraban belum dapat dimaknai seperti kata orang dewasa. Meraban adalah fase latihan organ bicara. Meraban bagi anak dapat dipahami sebagai eksperimen dengan menggunakan mulut dan lidah.
            Pada usia 9-12 bulan mengalami peningkatan. Kegiatan ini menurun setelah bayi menghasilkan kata pertama pada usia sekitar 1 tahun setelah bayi menghasilkan kata-kata pertamanya. Banyak anak kecil yang tetap mengoceh bila berbicara dengan orang tuanya atau berbicara dengan mainan lain.
            Pada usia 10 bulan, bayi secara komprehensi dapat memahami perintah yang disertai intonasi yang jelas dan gesture. Misal, saat ditanya “mana giginya sayang?’ akan ditanggapi anak dengan menunjuk giginya.           Mulai tahun pertama hingga 14 bulan, anak akan menemukan bahwa kata-kata merujuk sesuatu. Kata “papa” misalnya merujuk pada laki-laki tertentu yang menjadi ayahnya.
            Mulai satu tahun anak pada umumnya telah memperoleh beberapa kata. Ada yang 25 kata sampai 40 kata. Pada usia ini anak mengujarkan benda-benda yang ada di sekelilingnya.
            Pada usia antara 1,6 hingga 2 tahun, anak telah mengakuisi sekitar 50 kata. Anak-anak pada usia itu mulai menggabungkan dua kata menjadi satu kalimat. Tuturan dua kata disinyalir merupakan bentuk singkat kalimat orang dewasa. Bentuk terdiri dari nomina +verba dan atau kata sifat. Tuturan ini disebut kalimat telegrafik, karena bentuknya mirip sebuah telegram, yang hanya terdiri dari kata penting dengan penghilangan kata depan dan kata sambung.
            Setelah usia 2 tahun, anak-anak menghasilkan kalimat dengan kata depan an kata sifat. Kata bentukan akibat proses morfologis juga mulai digunakan..
            Anak-anak penutur bahasa inggris membuat struktur –ing sebelum menyelibkannya dengan kata kerja bantu. Anak-anak akan menyusun kalimat “I going school” sebelum dapat embuat kalimat yang benar, “I am going to school”.
            Menjelang usia 3 tahun, anak mulai menciptakan kalimat yang kompleks. Menurut Mussen, pada usia ini anak sudah membentuk kalimat majemuk dengan penghubung dan dan kaliat subordinatif. Misal, dia nabrak dan sepedanya jatuh.
            Anak usia 3 tahun sudah mengunakan kata sambung, seperti karena, kemudian, lalu, terus, makanya, dan, tetap, yang, kalau, nanti.
            Pada usia 3,6 anak membentuk konstruksi gramatikal secara lebih jelas bahkan bagi orang yang abru dikenal. Konstruksi kalimat memang kurang bervariasi jika dibandingkan orang dewasa. Meskipun demikian, anak sudah mampu berbicara secara baik untuk berbagai topic.
            Pada usia 5 tahun anak sudah cukup mahir membuat kalimat kompleks. Mereka dapat embuat berbagai kalimat dengan menggunakan kata deiktik sekalipun, seperti aku-kamu, sana-sini, kanan-kiri, dan sebagainya.
            Anak mencapai perkembagan bahasa yang matang setelah mecapai usia 11 tahun. Pada usia tersebut anak mampu menghasilkan tuturan yang setara dengan tuturan orang dewasa, termasuk dalam kalimat perintah yang dianggap sopan. Misal “mari, silahkan masuk pak”
            Usia 11 tahun dianggap sebagai usia matang berbahasa. Perkembangan bahasa anak dianggap sudah lengkap. Kemampuan tata bahasanya sudah tidak banyak mengalami perkembangan. Para ahli mengatakan bahwa pada setelah usia 11 tahun, anak telah melewati periode kritis untuk memperoleh bahasa.














GANGGUAN BERBAHASA

     Manusia yang normal fungsi otaknya tentu dapat berbahasa dengan baik. Namun, mereka yang memiliki kelainan fungsi otak dan alat bicaranya tentu mempunyai kesulitan dalam berbahasa, baik produktif maupun reseptif. Jadi, kemampuan berbahasanya terganggu.
     Secar medis menurut sidharta (1984) gangguan berbahasa itu dapat dibedakan atas beberapa golongan diantaranya:
1.   Gangguan berbicara
Nerbicara merupakan aktivitas motorik yang  mengandung modalitas psikis. Oleh karena itu gangguan berbicara ini dapat dikelompokkan kedalam dua kategori.
(1)   Gangguan mekanisme berbicara
Mekanisme berbicara`adalah suatu proses produksi ucapan (perkataan) oleh kegiatan terpadu dari pita suara, lidah,otot-otot yang membentuk rongga mulut serta kerongkongan dan paru-paru.
(a)          Gangguan akibat factor pulmonal
Gangguan berbicara ini dialami oleh para penderita penyakit paru-paru.
(b)         Gangguan akibat factor laringal
Gangguan pada pita suara dapat menyebabkan suara yang dihasilakn menjadi serak atau hilang sama sekali.


(c)          Gangguan akibat factor lingual
Lidah yang sariawan atau terluka akan terasa pedih kalau digerakkan. Dalam keadaan seperti ini maka ucapan sejumlah fonem menjadi tidak sempurna
(d)         Gangguan akibat factor resonansi
Gangguan akibat resonansi ini menyebabkan suara yang dihasilkan menjadi bersengau. Pada orang sumbing misalnay, suaranya menjadi bersengau karena rongga mulut dan rongga hidung yang digunakan untu berkomunikasi melalui defek dilangit-langit keras, sehingga resonansi yang seharusnya menjadi terganggu.

(2)   Gangguan akibat multifaktorial
Gangguan akibat multifaktorial atau berbagai factor bisa menyebabkan terjadinya berbagai gangguan berbicara. Antar lain adalah berikut ini
(a)          Berbicara serempangan
Berbicara serempangan atau semberono adalh berbicara dengan cepat sekali, dengan artikulasi yang rusak, ditambah dengan menelan sejumlah suku kata, sehingga apa yang diucapkan sukar dipahami.
(b)         Berbicara propulsive
Berbicara propulsive biasanya terdapat pada para penderita penyakit Parkinson (kerusakan pada otak yang menyebabkan otot-otot menjadi gemetar)

(c)          Berbicara mutis (mutisme)
Penderita gangguan mutisme ini tidak berbicara sama sekali. Sebagian dari mereka mungkin masih dapat dianggap membisu, yakni memang sengaja tidak mau berbicara.
(3)   Gangguan psikogenik
Gangguan berbicara psikogenik ini sebenarnya tidak bisa disebut sebagai suatu gangguan berbicara. Gangguan berbicara psikogenik antara lain:
(a)          Berbicara  manja
Disebut berbicara manja karena ada kesan anak (orang) yang melakukannya meminta perhatian untuk dimanjakan.
(b)         Berbicara kemayu
Berbicara kemayu (istilah dari sidharta, 1989) berkaitan dengan perangai kewanitaan yang berlebihan.
(c)          Berbicara gagap
Gagap adalah berbicara yang kacau karena sering tersendat-sendat, mendadak berhenti, lalu mengulang-ulang suku kata pertama, kata-kata berikutnya, dan setelah berhasil mengucapkan kata-kata itu kalimat dapat diselesaikan.
(d)         Berbicara latah
Latah sering disamakan dengan ekolalla, yaitu perbuatan membeo, atau menirukan apa yang dikatakan orang lain; tetapi sebenarnya latah adalah sindrom yang tediri atas curah verbal repetitive yang brsufat jorok dan gangguan lokomotorik yang dapat dipancing.
2.   Gangguan berbahasa
Berbahasa berarti berkomunikasi dengan mengguanakan suatu bahasa. Bagaima kemampuan berbahasa dikuasai manusia, berkaitan erat dan sejalan dengan perkembangan manusia yang bar lahir itu. Kanak-kanak yang lahir dengan alat artikulasi yang normal akan dapat mendengar kata-kata dengan telinganya dengan baik dan juga akan dapat menirukan kata-kata itu. Pada mulanya ucapan tiruan itu Cuma mirip, tetapi lambat lau  akan menjadi tegas dan jelas. Proses memproduksi kata itu berlangsung sejalan dengan proses pengembangan pengenalan dan pengertian.

3.   Gangguan berpikir
Dalam sosiolinguistik ada dikatakan bahwa setiap orang mempunyai kecendrungan untuk menggunakan perkataan-perkataa yang disukainya sehungga corak bahasanya adalah khas bagi dirinya.  Hal ini dalam sosiolinguistik disebut idiolek atau ragam bahasa perseorangan.
Dalam memilih dan menunakan unsure leksikal, sintaksis, dan semantic tertentu seseorang menyiratkan afeksi dan nilai pribadinyapada kata-kata dan kalimat-kalimat yang dibuatnya. Hal ini berarti memproyeksikan kepribadiannya terhadap gaya bahasanya. Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa ekspresi verbal yang terganggu bersumber dn disebabkan oleh pikiran yang terganggu. Gangguan ekspresi verbal sebagai akibat dari gangguan pikiran dapat berupa hal-hal berikut:
(a)    Pikun (demensia)
Penyebab pikunini antara lain karena terganggunya fungsi otak dalam jumlah besar, termasuk menurunnya jumlah zat-zat kimia dalam otak.
(b)   Sisofrenik
Sisofrenik adalah gangguan berbahasa akibat gangguan berpikir.
(c)    Depresi
Orang yang tertekan jiwanya memproyeksikan penderitaanya pada gaya bahasa dan makna curah verbalnya, itulahyang menyebabkan seseorang tertekan dan akhirnya menimbulkan depresi.

4.   Gangguan lingkungan social
Yang dimaksud dengan akibat factor lingkungan adalah seorang anak manusia, yang aspek biologis bahasanya normal dari lingkungan kehidupan manusia.
Dalam sejarah tercatat sejumlah kasus anak terasing baik yang diasuh oleh hewan (serigala) maupun yang terasingkan oleh keluarganya.
(a)    Kasus kamala
Ketika baru ditemukan kamala diperkirakan berumur 8 tahun, dan adiknya berumur 2 tahun. Kamala masih bisa hidup sampai berumur 9 tahun kemudian sedangkan adiknya tak lama setelah ditemukan meninggal. Karena hidup ditengah serigala, ia sangat mirip dengan serigala. Ia berlari cepat sekali dengan kaki dan tangan; mengaum-aum; lebih sering bergaul dengan serigala, tidak bercakap satu patah katapun; dan tidak terlihat adanya mimik wajah emosi.
(b)   Kasus genie
Ketika ditemukan tahun 1970, genie berada dalam kondisi yang sangat kurang  terlibat social, primitive, terganggu secara emosional, dan tak dapat berbicara. Dia dikirik kerumah anak-anak Los Angeles dengan diagnosis awal sebagai anak yang menderita kurang gizi yang parah.
Ketika pertama kali mendapat perawatan genie tidak mampu menggunakan bahasa. Namun, dari evaluasi perawatan bulan-bulan pertama didapat kesimpulan bahwa genie adalah anak yang terbelakang dan perilakunya tidak seperti anak-anak lemah mental. Meskipun dia mengalami gangguan secar emosional tetapi dia tidak mengalami gangguan fisik atau mental yang dapt memperkuat keterbelakangannya. Jadi, keterbelakangannya adalah karena lamanya tekanan psikososial dan fisik yang dialaminya.


Komentar

Postingan Populer