TAHAP PEMEROLEHAN BAHASA ANAK PADA BAHASA PERTAMA
BAHASA MINANG DENGAN PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA ANAK BAHASA INDONESIA
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Belajar Bahasa Kedua
Disusun Oleh:
Sehat S.M Silalahi
(12110287)
Winda Siagian
(10110238)
Tonni Pakpahan
(10110242)
Dosen Pembimbing : Elza
Saragih, M.Hum

FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HKBP
NOMMENSEN
MEDAN
2014
KATA PENGANTAR
Dengan rasa syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunia-nya
penulis dapat menyelesaikan tugas membuat makalah tentang "”yang diberikan
oleh dosen pembimbing mata Tahap
Pemerolehan Bahasa Anak Pada Bahasa Pertama Bahasa Minang Dengan Pemerolehan Bahasa
Kedua Anak Bahasa Indonesia kuliah Teori Belajar Bahasa Kedua.
penulis
menyadari bahwa makalah ini belum tentu dianggap benar oleh semua pihak. Oleh karena
itu, kritik dan saran oleh semua pihak sangat kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir
kata, terlebih dahulu penulis ucapkan terima kasih dan mohon maaf bila ada kesalahan kata. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca. Terima kasih.
Medan, desember 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………….………..i
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………..……ii
BAB
I PENDAHULUAN………………………………………………………………….….1
1.1.Latar Belakang ……………………………………..…………………….…...….….1
1.2.Rumusa Masalah………………………………………………………………….…..1
1.3.Tujuan
Penulisan………………………………………………………………….…..1
BAB
II PEMBAHASAN………………………………………………………………….……2
2.1.Pengertian
Pemerolehan Bahasa ……………………………………………….…….2
2.2.Pemerolehan Bahasa Minangkabau……………………………………..…….………2
2.3.Jenis
Pemerolehan Bahasa…………………………………………………….……....3
2.4.Tahap-Tahap
atau Proses Pemerolehan Bahasa
Pertama ……………….……………4
2.5.Tahap-Tahap
atau Proses Pemerolehan Bahasa Kedua………………………………7
BAB
III PEMBAHASAN
3.1.Deskripsi
Pemerolehan Bahasa Responden………………………………………….11
3.2.Jenis
Pemerolehan Bahasa Responden………………………………………………12
3.3.Tahap-Tahap Atau
Proses Pemerolehan Bahasa Kedua……………………………..14
3.4.Transkip
Percakapan Responden Dengan Orangtuanya……………………………..15
BAB IV PENUTUP
A.
Kesimpulan………………………………………………………….……………..16
B.
Saran…………………………………………………………………….………....16
Daftar
Pustaka…………………………………………………………………………………17
BAB
I
KAJIAN
TEORITIS
1.1.LATAR
BELAKANG
Tahap-tahap
pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua merupakan proses bagaimana bahasa
tersebut diperoleh oleh seorang individu. Setiap manusia diharuskan menguasai
suatu bahasa agar bisa hidup di lingkungan tempat tinggalnya. Telah menjadi
kodrat bahwa bahasa tidak bisa lepas dari kehidupan manusia. Semua aspek
kehidupan berkaitan dengan bahasa. Oleh karena itu, pemerolehan bahasa adalah
mutlak bagi manusia.
Pemerolehan
bahasa oleh anak merupakan suatu proses menakjubkan yang terjadi sangat singkat
dan menjadi perhatian oleh para pembelajar bahasa dan ahli psikolinguistik.
Pemerolehan bahasa yang terjadi pada manusia tanpa disadari itu merupakan
proses yang rumit tetapi mampu dilalui hanya dalam hitungan waktu. Pemakaian
bahasa terasa lumrah karena memang tanpa diajari oleh siapa pun seorang bayi
akan tumbuh bersama dengan pertumbuhan bahasanya. Pemerolehan bahasa yang
terjadi berawal dari mengujarkan satu bentuk bunyi yang akan berkembang menjadi
ujaran kata, dua kata bahkan menjadi kalimat yang kompleks akan diperoleh anak
hanya dalam waktu kurang lebih lima tahun.
1.2.Rumusan Masalah
1.
Apa yang
dimaksud dengan pemerolehan bahasa dan teori pemerolehan bahasa?
2.
Apa yang dimaksud dengan pembelajaran bahasa dan
Hipotesis pembelajaran bahasa?
3.
Bagaimana posisi pemerolehan bahasa
dalam pembelajaran bahasa?
1.3.Tujuan Pembahasan
1.
Mengetahui maksud dari pemerolehan bahasa dan teorinya
2.
Mengetahui maksud dari pembelajaran bahasa dan
Hipotesisnya
3.
Mengetahui posisi
pemerolehan bahasa dalam pembelajaran bahasa
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pemerolehan
Bahasa
Dardjowidjojo (2008:225) mengatakan proses anak mulai mengenal komunikasi dengan lingkungannya
secara verbal disebut dengan pemerolehan bahasa anak. Istilah pemerolehan
dipakai untuk padanan istilah Inggris acquisition, yakni proses
penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia
belajar bahasa ibunya (native language). Istilah ini dibedakan dari pembelajaran yang
merupakan padanan dari istilah learning. Dalam pengertian learning
proses itu dilakukan dalam tatanan yang formal, di belajar di kelas dan diajar
oleh seorang guru. Dengan demikian, proses dari anak yang belajar menguasai
bahasa ibunya disebut pemerolehan bahasa, sedangkan proses dari orang
(umumnya dewasa) yang belajar di kelas disebut pembelajaran bahasa.
Menurut Abdul Chaer dan Agustina (2004:81) bahasa ibu lazim juga disebut bahasa pertama
(disingkat B1) karena bahasa itulah yang pertama-tama dipelajarinya. Sependapat
dengan hal itu, Solehan, dkk (2011:25) juga mengatakan bahwa bahasa pertama
adalah bahasa yang pertama kali dipelajari dan dikuasai oleh seorang anak. Menurut Arifuddin (2010:114) pemerolehan bahasa pertama
atau bahasa ibu anak-anak di seluruh dunia sama. Kesamaan proses pemerolehan
tidak hanya disebabkan oleh persamaan unsur biologi dan neurologi bahasa,
tetapi juga oleh adanya aspek mentalitas bahasa. Jadi, dapat kita simpulkan
bahwa bahasa pertama (B1) atau bahasa ibu adalah bahasa yang pertama kali
diperoleh oleh seorang individu dalam kehidupannya. Bahasa ini akan menjadi
bahasa yang paling menurani dan sering digunakan oleh si pemakai bahasa.
2.2.Pemerolehan Bahasa Minangkabau
Bahasa
Minangkabau (bahasa Minang: baso Minang) adalah
salah satu bahasa
dari rumpun bahasa Melayu yang dituturkan oleh Orang
Minangkabau sebagai bahasa ibu khususnya di provinsi Sumatera
Barat (kecuali kepulauan Mentawai), pantai barat Aceh dan Sumatera
Utara, bagian barat provinsi Riau, bagian utara Jambi dan Bengkulu, serta Negeri
Sembilan, Malaysia.
Bahasa Minang dihipotesiskan sebagai bahasa Melayik, seperti halnya Bahasa
Banjar, Bahasa Betawi, dan Bahasa Iban.
Sempat
terdapat pertentangan mengenai hubungan Bahasa Minangkabau dengan Bahasa
Melayu. Sebagian pakar bahasa menganggap Bahasa Minangkabau sebagai salah
satu dialek
Melayu, karena banyaknya kesamaan kosakata dan
bentuk tutur di dalamnya. Sementara yang lain justru beranggapan bahwa bahasa
ini merupakan bahasa mandiri yang berbeda dengan Bahasa Melayu.
Kerancuan ini
disebabkan karena Bahasa Melayu dianggap satu bahasa. Kebanyakan pakar kini
menganggap Bahasa Melayu bukan satu bahasa, tetapi merupakan satu kelompok
bahasa dalam rumpun bahasa Melayik. Dimana Bahasa
Minangkabau merupakan salah satu bahasa yang ada dalam kelompok Bahasa
Melayu tersebut.
Bahasa Minang masih
digunakan sebagai bahasa sehari-hari oleh masyarakat Minangkabau,
baik yang berdomisili di Sumatera maupun di perantauan. Namun untuk masyarakat
Minangkabau yang lahir di perantauan, sebagian besar mereka telah menggunakan
Bahasa Indonesia atau Bahasa Melayu dalam percakapan sehari-hari.
2.3.Jenis Pemerolehan Bahasa
Jenis
pemerolehan bahasa dapat ditinjau dari lima sudut pandang yaitu :
a. Berdasarkan
Bentuk
Ditinjau
dari segi bentuk, Klein (1983 : 3 ) membagi tiga pemerolehan bahasa
yaitu :
1)
Pemerolehan bahasa pertama atau first
language acquistion, yaitu bahasa yang Pertama diperolah sejak lahir.
2)
Pemerolehan bahasa kedua atau second
language acquisition, ini diperolaeh setelah bahasa pertama diperolah.
3)
Pemerolehan ulang atau re-acquistion
yaitu bahasa yang dulu pernah diperolah kini diperolah kembali karena alasan
kebutuhan atau imigrasi.
b. Berdasarkan
Urutan
Ditinjau
dari segi urutan mengenal dua pemerolehan :
1)
Pemerolehan bahasa pertama atau first
language acquisition.
2)
Pemerolehan bahasa kedua ayau second
language acquisition
c. Berdasarakan
Jumlah
Ditinjau
dari segi jumlah mengenal dua pemerolehan :
1)
Pemerolehan satu bahasa atau monolingual
2)
Pemerolehan dua bahasa atau bilingual
acquisitioan (Bracia, 1983)
d. Berdasarkan
Medianya
1)
Pemerolehan bahasa lisan atau oral
language (speech) aguaisition bahasa yang diucapkan olah penuturnya.
2)
Pemerolaehan bahasa tidak atau written
language acquisitioan (Feedman : 1985) bahasa yang dituliskan oleh
penuturnya.
e. Berdasarkan
keasliannya.
1)
Pemerolehan bahasa asli atau native
language acquisition. Bahasa yang merupakan alat komunikasi penduduk asli.
2)
Pemerolehan bahasa asing atau language
acquisition (winitz, 1981). Bahasa asing adalah bahasa yang digunakan olaeh
para pendatang.
f. Berdasarkan
keserentakan atau keberurutan (khusus bagi pemerolehan dua bahasa).
1)
Pemerolehan (dua bahasa) serentak atau simulteneus
acquisition, seorang anak dapat memperoleh dua bahasa sekaligus serantak.
2)
Pemerolehan dua bahasa berurutan atau successive
acquisition (Harding & Riley, 1986), seorang anak juga dapat memperoleh
dua bahasa secara berurutan yang satu diperolah baru yang lain.
2.4.Tahap-Tahap atau Proses Pemerolehan
Bahasa Pertama
Tahap pemerolehan bahasa pertama
berkaitan dengan perkembangan bahasa anak. Hal ini dikarenakan bahasa pertama
diperoleh seseorang pada saat ia berusia anak-anak. Ardiana dan Syamsul Sodiq (2000:440-445) membagi tahap pemerolehan bahasa
pertama menjadi empat tahap, yaitu tahap pemerolehan kompetensi dan performansi,
tahap pemerolehan semantik, tahap pemerolehan sintaksis, dan tahap pemerolehan
fonologi.
1.
Tahap Pemerolehan Kompetensi dan
Performansi
Dalam Ardiana dan Syamsul Sodiq (2000:440) dikatakan bahwa dalam memperoleh bahasa
pertama anak memungut dua hal abstrak dalam teori linguistik, yaitu kompetensi
dan performansi. Kompetensi adalah pengetahuan tentang gramatika bahasa ibu
yang dikuasai anak secara tidak sadar. Gramatika itu terdiri atas tiga
komponen, yaitu semantik, sintaksis, dan fonologi dan diperoleh secara
bertahap. Pada tataran kompetensi ini terjadi proses analisis untuk merumuskan
pemecahan-pemecahan masalah semantik, sintaksis, dan fonologi.
Sebagai pusat pengetahuan dan
pengembangan kebahasaan dalam otak anak, kompetensi memerlukan bantuan performansi
untuk mengatasi masalah kebahasaan anak. Performansi adalah kemampuan seorang
anak untuk memahami atau mendekodekan dalam proses reseptif dan kemampuan untuk
menuturkan atau mengkodekan dalam proses produktif. Sehingga dapat kita
gambarkan bahwa kompetensi merupakan ‘bahannya’ dan performandi merupakan
‘alat’ yang menjembatani antara ‘bahan’ dengan perwujudan fonologi bahasa.
2.
Tahap Pemerolehan Semantik
Menurut Brown dalam Ardiana dan Syamsul Sodiq (2000:441) pemerolehan sintaksis bergantung pada
pemerolehan semantik. Yang pertama diperoleh oleh anak bukanlah struktur
sintaksis melainkan makna (semantik). Sebelum mampu mengucapkan kata sama
sekali, anak-anak rajin mengumpulkan informasi tentang lingkungannya. Anak
menyusun fitur-fitur semantic (sederhana) terhadap kata yang dikenalnya. Yang
dipahami dan dikumpulkan oleh anak itu akan menjadi pengetahuan tentang
dunianya. Pemahaman makna merupakan dasar pengujaran tuturan.
Salah satu bentuk awal yang dikuasai
anak adalah nomina, terutama yang akrab atau dekat dengan tempat tinggalnya,
misalnya anggota keluarga, family dekat, binatang peliharaan, buah, dan
sebagainya. Kemudian diikuti dengan penguasaan verba secara bertingkat, dari
verba yang umum menuju verba yang lebih khusus atau rumit. Verba yang berkaitan
dengan kehidupan sehari-hari, seperti jatuh,
pecah, habis, mandi, minum, dan pergi dikuasai lebih dulu daripada verba jual dan beli. Dua kata
terakhir memiliki tingkat kerumitan semantik yang lebih tinggi, misalnya adanya
konsep benda yang pindah tangan dan konsep uang pembayaran.
3.
Tahap Pemerolehan Sintaksis
Ardiana dan Syamsul Sodiq (2000:443) mengatakan bahwa konstruksi
sintaksis pertama anak normal dapat diamati pada usia 18 bulan. Meskipun
demikian, nenerapa anak sudah mulai tampak pada usia setahun dan anak-anak yang
lain di atas dua tahun. Pemerolehan sintaksis merupakan kemampuan anak untuk
mengungkapakan sesuatu dalam bentuk konstruksi atau susunan kalimat. Konstruksi
itu dimulai dari rangkaian dua kata.
Konstruksi dua kata tersebut
merupakan susunan yang dibentuk oleh anak untuk mengungkapkan sesuatu. Anak
mampu untuk memproduksi bahasa sasaran untuk mewakili apa yang ia maksud.
Pemakaian dan pergantian kata-kata tertentu pada posisi yang sama menunjukkan
bahwa anak telah menguasai kelas-kelas kata dan mampu secara kreatif
memvariasikan fungsinya. Contohnya adalah ‘ayah datang’. Kata tersebut dapat
divariasikan anak menjadi ‘ayah pergi’ atau ‘ibu datang’.
4.
Tahap Pemerolehan Fonologi
Secara fisiologis, anak yang baru
lahir memiliki perbedaan organ bahasa yang amat mencolok dibanding orang
dewasa. Berat otaknya hanya 30% dari ukuran orang dewasa. Rongga mulut yang
masih sempit itu hamper dipenuhi oleh lidah. Bertambahnya umur akan melebarkan
rongga mulut. Pertumbuhan ini memberikan ruang gerak yang lebih besar bagi anak
untuk menghasilkan bunyi-bunyi bahasa.
Pemerolehan fonologi atau
bunyi-bunyi bahasa diawali dengan pemerolehan bunyi-bunyi dasar. Menurut
Jakobson dalam Ardiana dan Syamsul
Sodiq
(2000:445)
bunyi dasar dalam ujaran manusia adalah /p/, /a/, /i/, /u/, /t/, /c/, /m/, dan
seterusnya. Kemudian pada usia 1 tahun anak mulai mengisi bunyi-bunyi tersebut
dengan bunyi lainnya. Misalnya /p/ dikombinasikan dengan /a/ menjadi /pa/ dan
/m/ dikombinasikan dengan /a/ menjadi /ma/.
Setelah anak mampu memproduksi bunyi maka seiring dengan berjalannya
waktu, anak akan lebih mahir dalam memproduksi bunyi. Hal ini dipengaruhi oleh
lingkungan, kognitif, dan juga alat ucapnya.
Untuk lebih memperjelas tahap-tahap
pemerolehan bahasa pertama tersebut maka di bawah ini diuraikan tahap-tahap
pemerolehan bahasa seorang anak. Menurut Arifuddin (2010:153) tahap pemerolehan
bahasa dibagi menjadi empat tahap, yaitu praujaran, meraban, tahap satu kata,
dan tahap penggabungan kata sebagai berikut:
a. Praujaran
(Pre-speech).
Tahap
pra-ujaran terjadi dalam usia 0-1 tahun. Perkembangan yang mencolok adalah
perkembangan pemahaman, yaitu penggunaan bahasa secara pasif atau reseptif.
Maksudnya adalah anak mendengar bahasa atau bunyi-bunyi yang ada di sekitarnya
kemudian menyimpannya dalam memori sebelum mampu mengucapkannya.
b. Tahap
Meraban/Berceloteh (Babling Stage).
Tahap
ini dimulai ketika bayi berusia beberapa bulan sekitar 4-6 bulan. Ditandai oleh
bunyi-bunyi yang tidak bisa membedakan secara tepat adanya perbedaan
bunyi-bunyi bahasa. Banyak di antara bunyi ujaran tersebut tidak merypakan
ujaran dalam bahasa yang sedang dipakai dan tidak bermakna.
c. Tahap
Satu Kata (Holophrastic).
Bayi
mampu menuturkan kata-kata pertama dalam kehidupan mereka pada usia 9 bulan,
misalnya mama, dada, dan sebagainya. Tahap ini ditandai oleh mulai
dihasilkannya tanda-tanda bahasa yang sesungguhnya. Artinya, anak-anak sudah
mulai bisa menggunakan kata-kata sebagai bahasa yang hanya terdiri dari satu
kata saja.
d. Tahap
Penggabungan Kata (Combining words).
Tahap ini terjadi pada usia 1,5-2 tahun. Pada tahap
ini anak-anak telah menggunakan banyak kata sebagai penggabungan dari beberapa
kata dalam kalimat yang ia ujarkan. Tetapi susunan kalimatnya atau
tatabahasanya masih belum sempurna seperti orang dewasa.
2.5.Tahap-Tahap atau Proses Pemerolehan
Bahasa Kedua
Krashen dan Terrel (Akhadiah, dkk, 1997:25) membagi dua cara pemerolehan bahasa kedua yaitu:
a.
Pemerolehan
bahasa kedua secara terpimpin
Di dalam pemerolehan bahasa kedua secara terpimpin
berarti pemerolehan bahasa kedua yang diajarkan kepada pelajar dengan
menyajikan materi yang sudah dipahami. Ciri-ciri pemerolehan bahasa kedua
secara terpimpin, (1) materi tergantung kriteria yang ditentukan oleh guru, (2)
Strategi yang dipakai oleh seorang guru juga sesuai
dengan apa yang dianggap paling cocok untuk siswanya. Dalam pemerolehan bahasa
secara terpimpin, apabila penyajian materi dan metode yang digunakan dalam belajar
teppat dan efektif maka ini akan berhasil dan menguntungkan pelajar dalam
pemerolehan bahasa keduanya. Namun, sering ada ketidakwajaran dalam penyajian
materi terpimpin ini, misalnya penghafalan pola-pola kalimat tanpa pemberian
latihan-latihan bagaimana penerapan itu dalam komunikasi.
b.
Pemerolehan
bahasa kedua secara alamiah
Pemerolehan bahasa kedua secara alamiah atau secara
spontan adalah pemeroleh bahasa kedua yang terjadi dalam komunikasi
sehari-hari, bebas dari pengajaran atau pimpinan guru.Pemerolehan bahasa
seperti ini tidak ada keseragaman karena setiap individu memperoleh bahasa
kedua dengan caranya sendiri. Yang paling penting dalam cara ini adalah
interaksi dan komunikasi yang mendorong pemerolehan bahasa kedua. Ciri-ciri
pemerolehan bahasa kedua secara alamiah adalah (1) yang terjadi dalam
komunikasi sehari-hari, (2) bebas dari pimpinan sistematis yang disengaja.
Jadi dapat disimpulkan bahwa
pemerolehan bahasa kedua sama halnya dengan bahasa pertama yaitu pemerolehan
kompetensi, semantik, sintaksis, dan fonologis. Hal itu disebabkan oleh
kenyataan bahwa ketiga kompetensi tersebut merupakan substansi dari kompetensi
linguistik. Untuk dapat berbahasa dengan baik maka kita harus menguasai tiga
kompetensi tersebut. Yang menjadi pembeda pemerolehan bahasa pertama dan kedua
adalah bahasa pertama diperoleh melalui tahap yang tidak terencana atau terjadi
secara alamiah sedangkan tahap pemerolehan bahasa kedua dilakukam secara rapi
atau sistematis sebagai aktivitas belajar. Oleh karena itu, bahasa kedua
diperoleh dengan pembelajaran.
Perbedaan tersebut dapat dikatakan
perbedaan suasana pemerolehan yang terdiri dari kesadaran pembelajar bahasa,
waktu, tempat, motivasi dan tujuan, praktik dan pelatihan, umur pembelajar,
alat bantu pemerolehan, serta pengorganisasian. Artinya, tahap pemerolehan
bahasa kedua tidak berbeda dengan pemerolehan bahasa pertama. Tetapi
pemerolehan bahasa pertama dilalui tanpa adanya unsur kesadaran untuk menguasai
bahasa sedangkan bahasa kedua diperoleh dengan sadar dalam bentuk mempelajari.
e.
Hipotesis
Pemerolehan Bahasa Kedua
Istilah pemerolehan bahasa dipakai untuk membahas penguasaan bahasa pertama di kalangan anak-anak karena proses tersebut terjadi tanpa sadar, sedangkan pemerolehan bahasa kedua (Second Language Learning) dilaksanakan dengan sadar. Pada anak-anak, error (kegalatan) dikoreksi oleh lingkungannya secara tidak formal, sedangkan pada orang dewasa yang belajar B2, kegalatan diluruskan dengan cara berlatih ulang. Berkenaan dengan pemerolehan bahasa kedua Stephen Krashen mengajukan beberapa hipotesis yaitu:
a. Hipotesis Monitor
Pembelajaran
berfungsi sebagai pemantau. Pembelajaran tampil untuk menggantikan bentuk
ujaran sesudah ujaran dapat diproduksi berdasarkan sistem. Konsep tentang
Pemantau cukup rumit dan ditentang oleh Barry McLaughlin karena gagal dalam hal
ketidaktuntasan Pemantau dalam melakukan pemantauan terhadap pemakaian B2.
Penerapan Pemantau dapat menghasilkan efektifitas jika pemakai B2 memusatkan
perhatian pada bentuk yang benar. Syarat memahami kaidah merupakan syarat
paling berat sebab struktur bahasa sangat rumit. McLaughlin menyatakan bahwa :
(1) Monitor jarang dipakai di dalam kondisi normal pemakaian dan dalam
pemerolehan B2, (2) Monitor secara teoritis merupakan konsep yang tak berguna.
b. Hipotesis Input (Masukan)
Si-Belajar B2
dianggap mengalami suatu perkembangan dari tahapan i (kompetensi sekarang)
menuju tahapan i + l. Untuk menuju tahapan i+l dituntut suatu syarat bahwa
Si-Belajar sudah mengerti mengenai masukan yang berisi i+l itu.
c. Hipotesis Filter Afektif
Bagaimana
faktor-faktor afektif mempunyai kaitan dengan proses pemerolehan bahasa. Konsep
ini dikemukakan oleh Dulay dan Burt (1977).
d. Hipotesis Analisis Kontrastif
Menurut
Hipotesis ini sistem yang berbeda dapat menghasilkan masalah, sedangkan sistem
yang sama atau serupa menyediakan fasilitas atau memudahkan Si-Belajar
memperoleh B2. Namun Hipotesis ini ternyata juga dianggap kurang efektif karena
di dalam banyak kasus sistem yang berbeda justru tidak menimbulkan masalah dan
sebaliknya.
e. Interlanguage
/ Tahapan Perkembangan Bahasa-antara
Interlanguage
adalah bahasa yang mengacu kepada sistem bahasa di luar sistem B1 dan
kedudukannya berada di antara B1 dan B2 (Selinker, 1972). Istilah lain adalah approximative
system dan idiosyncratic dialect. Kajian studinya menghasilkan
analisis kegalatan (error analysis) dan membedakannya dengan mistake.
f. Hipotesis Pijinasi
Masyarakat
pengguna B2 juga sering melahirkan bahasa Pijinasi yaitu bahasa
campuran yang terjadi akibat penerapan dua atau tiga bahasa di dalam percakapan
sehari-hari.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.
DESKRIPSI PEMEROLEHAN BAHASA RESPONDEN
Pada
suatu tempat yang beralamat jalan Muara Spongi di kota Medan terdapat sebuah
keluarga yang bernama Dedi Chaniago (Ayah) berumur 39tahun dan Desti Warni Koto
(Ibu) yang berumur 36 tahun dari latarbelakang dengan pekerjaan ayah sebagai
Security (Satpam) dan ibu bekerja sebagai pedagang. Mereka dari suku Minang
yang kesehariannya menggunakan bahasa pertama yakni dengan berbahasa
Minangkabau,
Mereka
dikaruniai tiga orang anak dengan dua orang putri dan satu orang putra sebagai
anak sulung didalam keluarga mereka. Anak pertama mereka yang bernama Budi
Syahputra berumur 15tahun, anak kedua bernama Siti Diana Putri berumur 12tahun,
dan anak yang bungsu diberi nama Rini Sri Wahyuni Syahfitri berumur 9 tahun.
Ketiga anak mereka kini sedang dalam proses pendidikan, anak pertama mereka
yang bernama Budi Syahputra sedang kelas 2 SMP, anak kedua bernama Siti Diana
Putri sedang kelas 5 SD, dan anak yang bungsu diberi nama Rini Sri Wahyuni
Syahfitri sedang kelas 3 SD.
Dalam
makalah ini yang penulis analisis adalah anak ketiga dari keluarga Dedi
Chaniago (Ayah) berumur 39tahun dan Desti Warni Koto (Ibu) yang berumur 36
tahun dengan latarbelakang keluarga yang cukup sederhana, yakni Rini Sri
Wahyuni Syahfitri berumur 9 tahun yang sekarang sedang kelas 3 SD di sekolah SD
Negeri 060876.
Walaupun
Rini Sri Wahyuni Syahfitri terlahir di Padang (Sumatera Barat), tetapi sejak
keluarganya pindah rumah dan Rini Sri Wahyuni Syahfitri dibesarkan di Medan
hingga saat ini bahasa pertamanya, yakni Bahasa Minang sebagai awal berbicara
menggunakan Bahasa Minang sejak berumur 2 tahun, sedangkan awal menggunakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua yakni sejak usia 3 tahun.
Rini
Sri Wahyuni Syahfitri memiliki dua bahasa, yaitu bahasa Minang dan bahasa
Indonesia. Bahasa Minang sebagai bahasa pertama diperoleh dari Orangtuanya dan
lingkungan sekitarnya yang bersuku Minang secara lisan dalam kesehariannya.
Orangtua berupaya dengan cara mengoleksi dan memutar DVD dengan lagu bahasa
Minang sehingga bahasa Minang diperoleh oleh Rini Sri Wahyuni Syahfitri,
sedangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua oleh Rini Sri Wahyuni Syahfitri
diperoleh dari kakaknya, dan dari sekolah sebagai tempat formal. Kakaknya
kurang menguasai bahasa Minang, sehingga jika berkomunikasi hanya dengan bahasa
Indonesia dengan Orangtuanya, terutama dengan adiknya Rini Sri Wahyuni
Syahfitri.
3.2.Jenis Pemerolehan Bahasa Responden
Jenis
pemerolehan bahasa dapat ditinjau dari lima sudut pandang yaitu :
g.
Berdasarkan Bentuk
Ditinjau
dari segi bentuk, Klein (1983 : 3 ) membagi tiga pemerolehan bahasa
yaitu :
1)
Pemerolehan bahasa pertama atau first
language acquistion, yaitu bahasa yang Pertama diperolah sejak lahir.
Bahasa
pertamanya, yakni Bahasa Minang yang diperoleh dari Orangtuanya dan lingkungan
sekitarnya yang bersuku Minang secara lisan dalam kesehariannya. Orangtua
berupaya dengancara mengoleksi dan memutar DVD dengan lagu bahasa Minang.
2)
Pemerolehan bahasa kedua atau second
language acquisition, ini diperolaeh setelah bahasa pertama diperolah.
Bahasa kedua
oleh Rini Sri Wahyuni Syahfitri, yakni bahasa Indonesia yang diperoleh dari
kakaknya, dan dari sekolah sebagai tempat formal.
3)
Pemerolehan ulang atau re-acquistion
yaitu bahasa yang dulu pernah diperolah kini diperolah kembali karena alasan
kebutuhan atau imigrasi.
Walaupun Rini Sri Wahyuni Syahfitri terlahir di
Padang (Sumatera Barat), tetapi sejak keluarganya pindah rumah dan Rini Sri
Wahyuni Syahfitri dibesarkan di Medan hingga saat ini bahasa pertamanya, yakni
Bahasa Minang sebagai awal berbicara menggunakan Bahasa Minang dikarenakan
Orangtuanya dan lingkungan sekitarnya sangat mendukung.
h.
Berdasarkan Urutan
Ditinjau
dari segi urutan mengenal dua pemerolehan :
1)
Pemerolehan bahasa pertama atau first
language acquisition.
Bahasa
Minang sebagai awal berbicara menggunakan Bahasa Minang sejak berumur 2 tahun,
serta Orangtuanya dan lingkungan sekitarnya sangat mendukung.
2)
Pemerolehan bahasa kedua ayau second
language acquisition
Awal
menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua yakni sejak usia 3 tahun yang
diperoleh dari kakaknya, dan dari sekolah sebagai tempat formal. Kakaknya
kurang menguasai bahasa Minang, sehingga jika berkomunikasi hanya dengan bahasa
Indonesia dengan Orangtuanya, terutama dengan adiknya Rini Sri Wahyuni Syahfitri.
i.
Berdasarakan Jumlah
Ditinjau dari
segi jumlah mengenal dua pemerolehan :
Pemerolehan dua bahasa atau bilingual
acquisitioan (Bracia, 1983), yakni
karena Bahasa Minang sebagai awal berbicara menggunakan Bahasa Minang
sejak berumur 2 tahun, sedangkan awal menggunakan bahasa Indonesia sebagai
bahasa kedua yakni sejak usia 3 tahun.
j.
Berdasarkan Medianya
1)
Pemerolehan bahasa lisan atau oral
language (speech) aguaisition bahasa yang diucapkan olah penuturnya.
bahasa
Minang diperoleh dari Orangtua berupaya dengan cara mengoleksi dan memutar DVD
dengan lagu serta percakapan sehari-hari.
2)
Pemerolaehan bahasa tidak atau written
language acquisitioan (Feedman : 1985) bahasa yang dituliskan oleh
penuturnya.
Bahasa
Indonesia sebagai bahasa kedua diperoleh di bangku sekolah secara formal
f. Berdasarkan
keasliannya.
1)
Pemerolehan bahasa asli atau native
language acquisition. Bahasa yang merupakan alat komunikasi penduduk asli.
Bahasa
Minang sebagai bahasa pertama diperoleh dari penutur aslinya, yakni orangtuanya
yang asli dari suku Minang dan penutur bahasa Minang.
2)
Pemerolehan bahasa asing atau language
acquisition (winitz, 1981). Bahasa asing adalah bahasa yang digunakan oleh
para pendatang
Pemerolehan
bahasa kedua oleh Rini Sri Wahyuni Syahfitri, yaitu bahasa Indonesia diperoleh
dari kakaknya, dan dari sekolah sebagai tempat formal. Kakaknya kurang
menguasai bahasa Minang, sehingga jika berkomunikasi hanya dengan bahasa
Indonesia dengan Orangtuanya, terutama dengan adiknya Rini Sri Wahyuni Syahfitri.
g. Berdasarkan
keserentakan atau keberurutan (khusus bagi pemerolehan dua bahasa).
Pemerolehan
dua bahasa berurutan atau successive acquisition (Harding & Riley, 1986),
seorang anak juga dapat memperoleh dua bahasa secara berurutan yang satu
diperolah baru yang lain.
Pemerolehan
bahasa pertama dan bahasa kedua diperoleh
secara berurutan/ tidak bersamaan, karena awal berbicara menggunakan
Bahasa Minang sejak berumur 2 tahun, sedangkan awal menggunakan bahasa
Indonesia sebagai bahasa kedua yakni sejak usia 3 tahun.
3.3.Tahap-Tahap atau Proses Pemerolehan
Bahasa Kedua
Krashen dan Terrel (Akhadiah, dkk, 1997:25) membagi dua cara pemerolehan bahasa kedua yaitu:
a.
Pemerolehan
Bahasa Kedua Secara Terpimpin
Di dalam pemerolehan bahasa kedua secara terpimpin
berarti pemerolehan bahasa kedua yang diajarkan kepada pelajar dengan
menyajikan materi yang sudah dipahami.
Bahasa
Indonesia sebagai bahasa kedua oleh Rini Sri Wahyuni Syahfitri diperoleh dari
sekolah sebagai tempat formal secara
terpimpin berarti pemerolehan bahasa kedua yang diajarkan oleh
guru-gurunya dengan menyajikan
materi yang sudah dipahami.
b.
Pemerolehan
Bahasa Kedua Secara Alamiah
Pemerolehan bahasa kedua secara alamiah atau secara
spontan adalah pemeroleh bahasa kedua yang terjadi dalam komunikasi
sehari-hari, bebas dari pengajaran atau pimpinan guru,
yakni Bahasa Minang sebagai bahasa pertama diperoleh dari Orangtuanya dan
lingkungan sekitarnya yang bersuku Minang secara lisan dalam kesehariannya.
Orangtua berupaya dengan cara mengoleksi dan memutar DVD dengan lagu bahasa
Minang sehingga bahasa Minang diperoleh oleh Rini Sri Wahyuni Syahfitri.
3.4.Transkip percakapan Responden
dengan Orangtuanya
Ibu
: Rini, ala makan ? (rini belum makan ?)
Rini
: alun makan, ala kanyang.
Ibu
: ala sudah makan, iko ado lauwak, makanlah sana ! (udahlah sana makan, disitu ada
ikan ibu masak !)
Rini
: ala makan bak ala kanyang (baru makan bu, masih kenyang)
Analisis :
1.
Dari proses percakapan tersebut terlihat
kesalahan secara fonologis, yakni pengucapan fonem vocal (a, I, u, e, dan
o) pada akhir kata diganti menjadi {o}
Contoh : ala
sudah makan, iko ado lauwak,
makanlah sana !
ð Pada
kata “ado” diganti seharusnya “ada”
2.
Dari proses percakapan tersebut terlihat
kesalahan secara fonologis, yakni pengucapan fonem vocal (a, I, u, e, dan
o) pada akhir kata diganti menjadi {o}
Contoh : ala
sudah makan, iko ado lauwak,
makanlah sana !
ð Pada
kata “ iko” diganti seharusnya “itu”
3.
Dari proses percakapan tersebut terlihat
kesalahan secara fonologis, yakni pengucapan fonem vocal (a, I, u, e, dan
o) pada akhir kata diganti menjadi {o}
Contoh : ala
makan bak ala kanyang
ð Pada
kata “kanyang” diganti seharusnya “kenyang”
BAB IV
PENUTUP
4.1.Kesimpulan
Pemerolehan bahasa (language acquisition)
adalah proses-proses yang berlaku di dalam otak seorang anak ketika memperoleh
bahasa ibunya.adapun teori – teorinya adalah Nativist
theorydanlearning Theory.
Adanya pembelajaran bahasa sejak adanya intraksi antara dua masyarakat atau
lebih yang memiliki bahasa yang berbeda pembelajaran bahasa yang berlangsung
tanpa perubahan. Pandangan yang berarti, dalam arti perubahan pandangan dan
inovasi baru dimulai tahun 1880. Pembelajaran bahasa mengacu pada penguasaan bahasa kedua yang dilakukan
secara formal maupun informal, dan nampaknya pembelajaran bahasa lebih
kependidikan formal.
Dalam proses pembelajaran bahasa kedua, tentulah bahasa pertama yang telah
dikuasainya memberikan pengaruh yang significant. Mengenai seberapa jauh peran
pemerolehan bahasa dalam pembelajaran bahasa dapat terinterpretasikan dalam
kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh pebelajar dalam mempelajari bahasa kedua
berdasarkan hirarki kesulitan menurut Clifford Paton.
4.2.Saran
Penulisan diharapakan dapat bermanfaat bagi penulis, dosen, dan
teman-teman lainnya sebagai referensi.
Daftar Pustaka
Arifuddin.
2010. Neuropsikolinguistik. Jakarta:
Raja Grafindo Persada
Akhadiah, dkk. 1997. Teori Belajar Bahasa.
Jakarta:Universitas Terbuka
Ardiana
dan Syamsul Sodiq. 2000. Psikolinguistik.
Jakarta: Universitas Terbuka
Chaer,
Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik:
Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta
Dardjowidjojo, Soenjono. 2008. Psikolinguistik,
Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Solehan,
dkk. 2011. Pendidikan Bahasa Indonesia. Jakarta:
Universitas Terbuka
Komentar
Posting Komentar